Saat itu, Karin langsung mengiyakan. Ia malah super bahagia karena akan ada yang menemani anak-anaknya di rumah. Apalagi mertua Karin selama ini juga tinggal sendiri di Semarang karena ayah Donwori sudah almarhum.
“Jadi Mas Wori pikirannya nggak terpecah. Karena dia itu sayang sekali sama ibunya,” sambung Karin.
Rupanya, kebahagiaan Karin hanya ia rasakan sekejap. Tak sampai setahun. Masuk ke tahun kedua dan selanjutnya, Karin mulai sering berselisih paham dengan mertuanya.
Awalnya hanya untuk urusan sepele, misalnya soal Karin yang tak biasa bangun pagi atau membuatkan Donwori kopi.
“Tapi, lama-lama juga soal pola asuh, cara bersosialisasi hingga urusan keuangan rumah tanga. Aku dilarang ini itu, padahal mereka kan anakku dan suamiku,” curhatnya.
Karin sudah berusaha cerita ke Donwori, tapi selalu mentok. “Pada akhirnya saya selalu yang dipojokkan. Mas Wori ngakunya nggak bisa nyakiti hati ibu. Tapi, bagaimana dengan perasaan saya,” ungkapnya.
Singkat kata singkat cerita, Karin sudah tidak betah. Ia ingin solusi terbaik bisa diambil Donwori. Tapi, bukan solusi perceraian.
“Yang mengagetkan, Mas Wori ternyata tak pernah membela saya. Ia malah memilih ibu. Keputusan itu memperjelas bahwa saya harus menyudahi pernikahan yang indah ini. Saya salut pada Mas Wori yang sudah berjuang keras menjadi anak yang berbakti. Tapi, sebagai seorang laki-laki beristri dan punya anak, dia gagal total,” kata Karin mengakhiri perbincangan di sebuah kantor pengacara di Kawasan Surabaya Selatan, sepekan lalu.