Pohon Sepang Jaga Satwa Endemik dari Kepunahan

  • Bagikan

YUSRIADI

MASYARAKAT Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat akrab dengan kayu sepang. Sayangnya, meski pernah meminum hasil seduhan dari kayu berkhasiat obat tersebut, tidak banyak yang pernah melihat langsung pohonnya.

Sejak sepuluh tahun lalu, Darmawan Denassa mulai membudidayakan sepang. Ia menanam di sekitar rumahnya yang memang sudah lama fokus melestarikan tanaman endemik. Lahan miliknya itu diberi nama Rumah Hijau Denassa (RHD).

RHD berada di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Di sana bukan profit yang diutamakan, melainkan ketulusan menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Terutama flora dan fauna khas atau endemik.

Sepang memang bukan tanaman endemik Sulsel, namun akrab dengan budaya dan tradisi Bugis-Makassar. Sayangnya populasinya sudah sangat kurang. Pohonnya kini susah ditemui.

Sepang yang memiliki nama latin Caesalpinia Sappan Linn ini oleh masyarakat Sulsel disebut sappang. Di Jawa dikenal dengan sebutan secang. Digunakan sebagai ramuan herbal tradisional.

Kayu sepang dipercaya memiliki khasiat menyegarkan darah, memperbaiki siklus menstruasi, serta pereda nyeri dan bengkak. Sebagian besar manfaat kayu sepang sebagai obat tradisional, khususnya mengatasi kondisi yang berkaitan dengan darah.

Dalam sebuah jurnal ilmiah yang ditulis Ramdana Sari dan Suhartati, dari Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar, sepang disebutkan sebagai jenis tumbuhan herbal yang digunakan oleh masyarakat sebagai campuran air minum sehari-hari. Serpihan batang sepang dimasukkan ke dalam air minum, menjadikan air berwarna kemerahan.

Tanaman ini mengandung senyawa flavonoid dan terpenoid yang bermanfaat sebagai antioksidan. Indeks antioksidatif ekstrak kayu sepang lebih tinggi dari pada antioksidan komersial.

Fungsinya menangkal radikal bebas oksidatif. Radikal bebas dapat merusak sel-sel tubuh dengan menyerang lipid, protein, enzim, karbohidrat, dan DNA. Sepang juga bermanfaat sebagai ramuan obat tradisional untuk berbagai penyakit kronis dan degeneratif.

Pemanfaatan bahan alami dapat menghasilkan residu yang lebih mudah terdegradasi dibandingkan bahan sintetik. Selain itu, efek sampingnya dapat diminimalisasi.

Tak hanya bagi manusia, kehadiran pohon sepang rupanya juga bermanfaat untuk kelestarian hayati satwa. Terutama jenis Burung Kacamata Makassar (Zosterops Anomalus) dan Burung Kacamata Sulawesi (Zosterops Consobrinorum). Keduanya endemik dan terancam punah.

Pohon sepang yang dibudidayakan Wawan, sapaan akrab Darmawan Denassa sudah ada yang berbuah. Bahkan menghasilkan bibit baru.

Bibit itu kemudian ditanam lagi. Ada pula yang dikirim ke Bali untuk dibudidayakan di sana. "Selama ini belum ada budidaya sappang (sepang) di Sulsel. Yang ada tumbuh liar dan ditebang terus menerus," ujarnya prihatin, Jumat (09/10/2020).

 Di lahan milik Wawan, sepang yang ditanamnya baru berbuah ketika masuk umur 4 tahun. Berbeda yang dikirim ke Bali. Di Pulau Dewata itu, sepang dari Wawan bisa berbuah dalam waktu sembilan bulan saja.

"Ini soal perlakuan. Di sini (Rumah Hijau Denassa), sappang ditanam di antara ribuan pohon yang harus diselamatkan juga, makanya mungkin susah berbuah cepat," bebernya.

Meski banyak kendala, Wawan tetap telaten merawat pohon sepang miliknya. Ia sebenarnya ingin menanam lebih banyak, namun biaya jadi kendala.

Hingga akhirnya, tahun 2018 perwakilan tim proper PT Pertamina DPPU Hasanuddin mendatangi RHD. Wawan diajak berdiskusi panjang lebar. Membahas pelestarian sepang, sekaitan dengan menjaga populasi Burung Kacamata Makassar dan Burung Kacamata Sulawesi.

Tak langsung disetujui. Diskusi dan penjajakan antara RHD dengan Pertamina DPPU Hasanuddin berlangsung lama. Dua tahun. Tahun 2020 ini, barulah niat Wawan untuk menanam ratusan pohon sepang direalisasikan atas bantuan Pertamina.

 Lewat program kemitraan dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Hasanuddin Marketing Operation Region (MOR) VII, RDH milik Wawan mendapat bantuan pembiayaan.

Disepakati pemberian anggaran Rp164.650.000. Dana tersebut untuk membiayai penanaman 155 pohon sepang. Waktu pelaksanaan dan pemeliharaan pohon selama 10 bulan. Progresnya akan dievaluasi secara rutin. 

Selasa, 22 September 2020 lalu, penanaman perdana program tersebut sudah dilakukan. Beberapa petinggi pertamina hadir. Di antaranya Yudho Wibowo, Operation Head DPPU Hasanuddin dan Sandi Ali Rahman, Region Manager Corporate Operation & Services VII.

Terlihat wajah bahagia dari keduanya saat menaman bibit sepang. Berharap pohon tumbuh subur lalu menebar manfaat. Untuk burung dan manusia.

Tak sampai pada menanam, merawat, lalu sepang berbuah saja. Program ini akan dibuat berkelanjutan. Bibit dari buah sepang akan dijual tanpa mematikan indukannya. Tujuanya pemberdayaan masyarakat. 

 Selain itu, di bawah pohon sepang nantinya akan dibuat kafe dan taman baca alam. Di sana bisa berlajar tentang sepang, sambil meminum air seduhan sepang. Ditambah lagi mendengar nyanyian burung kacamata. "Jadi kami menganut prinsip konservasi, edukasi, dan harmoni," tutur Wawan.

Lahan Bekas Tambang

Penanaman pohon sepang program kemitraan RHD dengan PT Pertamina DPPU Hasanuddin ini dipusatkan di lahan bekas tambang batu bata milik Wawan. Luasnya sekitar 2.200 meter persegi.

 Jadi tidak lagi fokus pada lahan utama RHD yang sudah banyak ditumbuhi tanaman endemik lain. Itu bisa mengganggu pertumbuhan sepang.

Di lahan bekas tambang itu, akan dihadirkan ekosistem baru. Tentu pohon sepang mendominasi. Nantinya menjadi habitat alami dari Burung Kacamata Makassar dan Sulawesi.

Saat ini, burung kacamata sudah sulit ditemui, khususnya Burung Kacamata Makassar. Penyebabnya, habitat mereka makin berkurang. Hutan di wilayah Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar) banyak menjelma jadi kawasan permukiman. Otomatis burung kacamata kian tersisih.

Masalah lainnya, burung kacamata banyak ditangkap. Digunakan untuk keperluan ritual keagamaan. Burung-burung ditangkap untuk selanjutnya dilepas kembali. Namun burung yang dikenal masyarakat Makassar dengan sebutan cui-cui itu banyak mati ketika ditangkap, dikandang, dan dilepas lantaran stres.

Padahal menurut Wawan, burung kacamata banyak manfaatnya. Di pohon sepang, mereka tidak memakan bunga atau bakal buah dari pohon itu. Melainkan memangsa serangka yang bisa menghambat pertumbuhan buah pohon sepang.

Selama ini, burung kacamata banyak membantu masyarakat untuk memangsa serangka di pohon mangga. Serangga berwarna putih yang disebut masyarakat lokal sebagai carilla itu, jadi penyebab utama bakal buah mangga menjadi hitam dan membusuk.

"Makanya sekarang mangga warga Makassar dan sekitarnya itu cepat busuk padahal masih kecil. Itu karena burung kacamata yang jadi pemangsa carilla (serangga putih) makin berkurang populasinya," jelas Wawan.

Di lahan konservasi RHD itu juga akan ikut ditanam pohon lain. Seperti kayu hitam, dandere, rao, kelumpang, dan kapuk randu (ceiba pentandra).

Penanaman beberapa pohon lain tersebut, untuk jangka panjang. Sasarannya demi melestarikan burung endemik Sulawesi lain yang juga sudah langka.

 Sejumlah burung endemik bisa berkembang biak di pohon-pohon itu. Salah satunya Burung Kakak Tua Kecil Jambul Kuning atau Burung Kakak Tua Sulawesi (Sulphurea Sulphurea).

"Kakak tua Sulawesi ini sangat parah populasinya. Makanya perlu dilindungi dengan menghadirkan ekosistem baru. Pohon-pohon itu kan bisa dibuat lubang, sebagai tempat berkembang biak Burung Kakak Tua Sulawesi," kunci Wawan.

Pemberdayaan Masyarakat

Meski fokusnya pada pelestarian keanekaragaman hayati, namun program ini tidak lepas dari upaya pemberdayaan masyarakat. Di RHD, selama ini ada 30-an orang yang dilibatkan untuk merawat tanaman. Khusus pohon sepang ini, memang belum banyak yang dilibatkan, sebab baru proses penanaman.

Ke depan, program ini akan memberdayakan banyak warga sekitar. Selain langsung merawat pohon sepang, juga pada menghadirkan ekonomi baru dengan sasaran objek ekowisata.

Taman baca dan kafe alam, tentu akan memantik hadirnya usaha warga di sekitar RHD. Artinya ekonomi warga akan ikut tergerak.

Community Development Officer (CDO) PT Pertamina DPPU Hasanuddin, Andi N Renita Relatami membenarkan jika program ini akan berkelanjutan. Tidak sebatas pada penanaman pohon sepang semata.

"Program ini melalui diskusi panjang. Awalnya fokus kita hanya ke Burung Kacamata Makassar dan Sulawesi, tetapi ternyata berkembang, ada burung endemik lain yang lebih parah keterancaman populasinya yakni Burung Kakak Tua Sulawesi. Jadi ini program jangka panjang," jelasnya saat ditemui, Senin (12/10/2020).

Menurut Renita, salah satu bentuk riil pemberdayaan masyarakat dari program ini yakni merangkul para penggetah. Penggetah adalah warga yang selama ini berprofesi menangkap burung kacamata menggunakan jerat getah pohon.

 Nah lewat program ini, penggetah dirangkul untuk sama-sama terlibat merawat pohon sepang demi kelestarian burung kacamata. "Awal program ini, sudah ada dua orang warga yang sebelumnya jadi penggetah, ikut dilibatkan. Kita bekali pengetahuan dan digaji per bulan," bebernya.

Sebenarnya, program pemberdayaan DPPU Hasanuddin tidak sebatas pelestarian keanekaragaman hayati di RHD saja. Ada beberapa program lain yang dibiayai dan didampingi secara maksimal.

Renita merincikan, program tersebut antara lain, program probiotik, aquaponik, biskuit ikan, bioponik, dan Kopi Cindako. "Semua program ini berkaitan satu sama lain. Kami juga tidak sekadar memberi bantuan, tetapi dilakukan pendampingan secara penuh dan dievaluasi secara berkala," jelasnya.

 Program yang disetujui tersebut tidak hadir begitu saja. Sebelumnya melalui pendalaman, seleksi, dan pembobotan. Termasuk fokus melihat dampak yang ditimbulkan untuk masa yang akan datang.

Dari segi pembiayaan, tahun ini, DPPU Hasanuddin mengucurkan dana CSR pada beberapa program tersebut sebesar Rp848 juta. "Tetapi ada tambahan lagi. Itu termasuk bantuan lain seperti keterlibatan untuk penanganan Covid-19, panti asuhan, dan bantuan lainnya. Jadi jika ditotal mencapai Rp1 miliar," sebutnya.

Operation Head DPPU Hasanuddin, Yudho Wibowo, menekankan, setiap program harus benar-benar memberi manfaat secara langsung dan nyata kepada masyarakat. "Kalau memenuhi kriteria itu, maka Pertamina senantiasa memberikan kepeduliannya," ucapnya.

Apresiasi Provinsi

Program kemitraan PT Pertamina DPPU Hasanuddin dengan Rumah Hijau Denassa (RHD) mendapat apresiasi Pemprov Sulsel. Perusahaan lain diminta untuk bisa mengambil peran yang sama. Konsentrasinya tentu bisa berbeda-beda, namun semangat kepeduliannya harus ditiru.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Sulsel, Andi Hasdullah, menilai, penanaman pohon sepang sangat tepat. Pohon tersebut sudah sulit ditemui, sementara khasiatnya sangat dipercayai masyarakat Bugis-Makassar.

"Saya kira ini bagian dari pelestarian lingkungan yang sarat manfaat. Apalagi yang ditanam itu sangat penting, kerena termasuk pohon tradisional berkhasiat obat yang sudah sangat langka," ujar Hasdullah.

Lebih lanjut, Hasdullah menilai program ini berimplikasi langsung dengan upaya menghadirkan habitat dan menjaga populasi Burung Kacamata Makassar dan Sulawesi, serta Burung Kakak Tua Jambul Kuning. Belum lagi pemberdayaan masyarakat sebagai muatan penting dari program tersebut.

"Jadi lingkungannya dapat, pemberdayaan masyarakatnya dapat. Saya pikir ini semua menjadi poin penting untuk penilaian proper," ucapnya.

Hasdullah berharap, program ini konsisten dijalankan. Berkelanjutan sehingga memberi efek besar ke depan. Menurutnya, jika semua berhasil, maka program ini bisa menjadi modal besar untuk menuju kandidat proper emas.

"Ini bisa jadi role model untuk pemberdayaan ke depan. Program kemitraan ini sangat jeli melihat fokus pemberdayaan, sehingga dampaknya pasti akan sangat baik ke depan," katanya.

Program yang berkaitan dengan alam ini punya prospek besar ke depan. Apalagi bersentuhan dengan konservasi lingkungan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Tak salah jika program ini bisa mengantarkan pada pesan bijak "Jagalah alam, maka alam akan menjagamu". Semoga. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan