Kisah Kolektor Barang Antik, Keris Ditawar Ratusan Juta Tidak Dilepas

  • Bagikan

Demi barang antik mobil kesayangan pun ditukar. Tak peduli istri marah atau tidak.

AGUNG PRAMONO
Bone

Zaman sudah modern. Akan tetapi, minat orang untuk menyukai barang-barang zaman dulu atau jadul, antik, retro, atau vintage, tak pernah mati. Begitulah Andi Promal Pawi. Ada banyak koleksinya soal keris, uang, peta, hingga foto.

Rumahnya berada di BTN Timurama Jl Andi Maddeppungeng, Kelurahan Macege, Kecamatan Tanete Riattang Barat. Di depannya Masjid Syuhada. Ada seorang ibu-ibu yang makan di ruangan tengah. "Aso. Aso. Ada orang," teriaknya.

Teriakan ibu itu tak ada yang menggubris. "Masukki nak," katanya mempersilakan. Mendekati pukul 13.00 Wita Andi Promal turun dari lantai 2. Dia membawa tiga dus sepatu. Isinya bukan sepatu.

Melainkan uang kertas yang sudah dibungkus plastik. Ada uang Jepang, ada uang Belanda, ada uang Indonesia yang masih memiliki cap stempel Republik Islam Indonesia.

Dia kemudian beringsut menggilir uang logam. Perhatiannya terhenti saat melihat tiga uang logam yang bertuliskan Firmey Feliz For La Union, De France Louis XVIII Roi, dan Hispan Et Ind Rex. Konong uang tersebut sangatlah langkah dan dicari banyak orang. "Uang ini paling dicari. Bahkan, koin perak ditawar Rp10 juta," katanya Sabtu, 24 Oktober.

Lelaki kelahiran Bone, 14 Februari 1968 itu memiliki jumlah koleksi Uang koin sebanyak 20 ribu kepingan. ada juga koin ayam, 1000 kepingan. "Koin itu disebut koin bugis (coraknya aksara bugis). Dui seuwwae, pinggirannya lontara," tambahnya.

Sedangkan untuk loleksi uang lembar ada sebanyak 20 ribu lembar. Ada yang tanpa tahun pecahan Rp1000 yang gambarnya gajah. Itu ukurannya lebih lebar dibanding uang sekarang. Ada juga uang yang masih stempel Kahar Muzakkar, Stempel Republik Islam Indonesia. "Itu dipakai membayar di hutan waktu era DI-TII," bebernya.

Banyak orang yang mencari uang tersebut. Kolektor selalu pulang balik memintanya, bahkan ada yang berani bayar mahal demi itu. Alasannya mau dijadikan azimat. "Namun saya tidak kasih keluar. Masih ada puluhan yang ada stempel dari Kahar Muzakkar saya punya," sebut ayah empat anak itu.

Ada banyak koleksi benda pusaka yang dimiliki Kepala Dinas Sosial Bone itu. Namun, dia enggan untuk menunjukkannya. Berulang kali dibujuk tak mempan. Dibujuk, menolak. Dibujuk lagi, menolak lagi. Proses negosiasi untuk melihat benda tersebut cukup alot. Hingga akhirnya dia pun mengalah. "Asal jangan dipublikasi keluar," pintanya.

Penulis tersenyum mendengar hal tersebut. Dalam hati tetap harus muncul. Dia pun menuju ke lantai dua rumahnya. Di atas memang kondisi sedikit berantakan. Ada dua lemari tinggi. Satunya tempat pakaian, satunya tempat benda-benda pusaka. Keris Nusantara, dan berbagai keris lainnya.

"Yang pernah ditawari Rp300 juta puang yang mana," tanya penulis. Suami Andi Ulfana Agus Salim itu terdiam. Menatap. Perlahan masuk ke kamarnya. Mengeluarkan dua keris. "Marah istri kalau begini. Ka terbongkar semua lagi," candanya.

Kata dia, yang emas Tatarapeng maksudnya dibungkus emas semua, kalau Pamor Gigi di Malaysia itu dipakai raja-raja melayu. Itu dua keris warisan dari keluarga. Yang emas itu pernah ditawari ratusan juta, dan yang pasti Rp1 miliar tidak akan djlepas.

Sedangkan keris kurissi kalau dijual sekarang Rp100 juta tidak natawar orang. "Keris ini ada warisan, ada juga dari keluarga, ada saya tukar pakai mobil. Tukar mobil jimmi dan tambah uang Rp20 juta. Itu tahun 2012. Itu keris yang naminta orang ratusan juta. Kolektor asal Jawa, Malaysia sering ke sini," jelasnya.

Alumni S1 Teknik Geologi Unhas itu memang sejak SMP mulai koleksi yang seperti ini, dari dulu memang pecinta barang antik. Itupun semuanya hanya didapatkan di Bone saja.

"Hanya sebagai warisan budaya saja. Saya kumpul ini tidak mempertimbangian nilainya. Saya suka saja," sambung alumni S2 Ilmu Pemerintahan Unhas. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan