Boseke Minahaizi

  • Bagikan

Kata itu sebenarnya berarti peti mati. Lalu bertransformasi menjadi kuburan.

Di buku itu juga ditulis bahwa hampir semua nama kampung lama di Minahasa asalnya dari bahasa Han. Demikian juga nama-nama gunung. Termasuk istilah-istilah sehari-hari di sana.

Boseke tergugah melakukan penelusuran (istilah saya untuk mengganti penelitian) bermula dari kakeknya. Yang sangat dituakan di Minahasa. Dulu. Setiap ada acara-acara adat ritual kakeknyalah yang diminta membaca mantra.

Tapi sang kakek sendiri tidak tahu arti dari mantra yang dilagukan itu. “Itu bahasa Minahasa tua,” ujar sang kakek setiap kali ditanya. “Rumit sekali menjelaskan artinya,” tambah sang kakek.

Setelah kakeknya meninggal tugas itu menjadi tanggung jawab pamannya. Tapi sang paman juga tidak tahu arti dalam mantra itu. Tapi setiap kali melagukannya selalu saja nadanya sendu. Sedih. Seperti meratap.

Boseke sendiri lantas kawin dengan orang Manado keturunan Tionghoa. Yang masih punya nama dan marga Tionghoa. Dari istrinya itu Boseke akhirnya bisa bahasa Mandarin.

Pengusaha biasanya selalu ingin tahu. Demikian juga Boseke. Ia ingin tahu mengapa orang Manado berkulit kuning dan bermata sipit. Memang sudah ada bisik-bisik bahwa orang Minahasa itu keturunan Tionghoa. Tapi dari buku asal usul Minahasa tidak pernah menguraikan secara jelas bagaimana hubungannya.

Bahkan selama ini dikembangkan legenda bahwa orang Minahasa itu berasal dari keturunan seorang ibu yang kawin dengan anaknya sendiri – -hanya mereka berdua  yang tertambat di Minahasa.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan