FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Adian Napitupulu dan Erick Thohir harus melakukan komunikasi informal untuk mempertemukan kepentingan politik masing-masing.
Pasalnya, dua tokoh ini sama-sama memiliki jabatan politik. Adian sebagai anggota DPR RI sedangkan Erick sebagai menteri.
Sampai sejauh ini, kepentingan politik keduanya juga dinilai belum ketemu.
Demikian disampaikan pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menanggapi perseturuan antara Adian dan Erick belakangan ini.
“Kepentingan politik ini tidak selalu pragmatis kan, bisa politik kenegaraan. Politik juga tidak selamanya jelek, bisa juga positif. Saya melihat belum ketemu kepentingan politik kedua teman ini,” ujarnya kepada jpnn.com, Selasa (3/11/2020).
Karena itu, tidak ada salahnya Adian dan Erick berkomunikasi secara langsung.
Apalagi, Emrus yakin, keduanya juga memiliki nomor kontak masing-masing sehingga sejatinya bisa berkomunikasi secara langsung.
Atau, ia menyarankan, keduanya bertemu dalam suasana yang lebih luwes, dengan ngopi bareng, misalnya.
“Ngopi itu menjelaskan kepentingan kedua pihak secara terbuka tanpa melanggar peraturan ya,” kata Emrus.
Emrus juga tak menganggap masalah jika kemudian pertemuan itu bersifat transaksional.
“Tetapi pertemuan untuk kepentingan bangsa dan negara,” tegas Direktur Eksekutif EmrusCorner ini.
Dengan bertemu, sambungnya, mantan ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin ini bisa saling mendengar dan memberikan klarifikasi atas perbedaan yang ada.
“Kalau saya menyarankan, tidak ada salahnya Menteri BUMN Erick Thohir mengontak beliau (Adian) secara pribadi. Minta ketemu dan masukan,” saran Emrus.
Emrus juga menyebut pertemuan keduanya bisa saja dijembatani Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
Arya, menurutnya, bisa mengontak Adian agar bisa bertemu Erick Thohir.
Akan tetapi, Emrus tak sependapat jika sampai persoalan antara Adian dan Erick ini sampai membuat Presiden Jokowi turun tangan.
“Karena dikhawatirkan timbul persepsi yang berbeda di masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya Adian menyebut ada pernyataan Erick cukup berbahaya.
Itu sebagaimana dalam video wawancara dengan judul ‘Kalau Titipan Banyak, Bukan Hanya Dari Pak Jokowi (Erick Thohir)’.
Di antaranya pernyataan di menit ke 11 detik ke 20.
Erick menyampaikan keinginan agar nanti Kementerian BUMN tidak lagi menerima dana dari APBN, tetapi cukup 1 persen dari pembagian deviden.
“Menurut saya ini pernyataan berbahaya yang bisa mengubah negara menjadi perusahaan yang dibiayai oleh laba usaha semata-mata,” tegas Adian dalam keterangannya, Minggu (1/11).
Sekjen Pena 98 ini menyebut pernyataan itu bukan main-main karena keluar dari mulut seorang menteri.
“Karena terkait dengan konstitusi dan ideologi negara,” ujar Adian.
Anggota Komisi VII DPR ini kemudian menyarankan Erick mempelajari, bahwa mengelola negara bukan hanya sekadar berapa angka uang.
Tetapi di dalamnya ada mekanisme konstitusi dan kontrol melalui parlemen.
Sehingga penentuan anggaran kementerian juga harus persetujuan DPR dan pemerintah. Bukan main asal ambil 1 persen laba BUMN. (jpnn/pojoksatu/fajar)