Bahkan seorang presiden Amerika, Donald Trump, langsung mencobanya. Biar pun belum diproses oleh lembaga pengawas obat dan makanan di sana. Bahkan obat itu belum ada nama. Tapi Trump sudah menggunakannya.
Saya pun ingin tahu apakah cocktail yang di Amerika itu sama dengan cocktail yang dari Unair. Kalau tidak sama, mana yang lebih hebat. Belum tentu yang Amerika yang lebih hebat.
Saya pun ingin bertanya mengapa memilih memikirkan menemukan cocktail daripada menemukan obat baru. Tentu saya sudah bisa mengira jawabnya: untuk apa melakukan penelitian dari 0, kalau bisa memanfaatkan penelitian yang sudah ada. Kan bisa menghemat waktu yang luar biasa.
Apalagi Covid ini harus ditangani secara cepat dan darurat. Tapi dokter Purwati masih ”bersembunyi”. Sampailah akhirnya Minggu malam lalu. Ketika Thamrin Anwar mengirim WA ke saya. Yang isinya ”menggugat” saya yang belum mau menulis soal penemuan Unair itu.
Thamrin tidak asal ”gugat”. Ayah dan ibu manajernya itu sudah lima hari di rumah sakit Bekasi. Keadaannya kian parah. Maka ketika Thamrin lagi menjalani stem cell, ia minta obat cocktail Unair ke dokter Purwati. “Dalam dua hari langsung sembuh,” ujar Thamrin. “Ini obat ajaib sekali. Harus ditulis,” tambahnya.
Saya pun membalas WA-nya. “Mengapa Pak Thamrin tidak memberi Lian Hua saja ke orang itu?” tanya saya. Saya tahu Thamrin punya simpanan obat Tiongkok Lian Hua banyak sekali. Untuk jaga-jaga kalau suatu saat terkena Covid-19.
Ia sudah mendatangkan Lian Hua ketika Covid baru saja masuk Indonesia. Saat itu juga saya dikirimi 2 boks Lian Hua. Agar saya simpan. Untuk jaga-jaga juga. Sampai sekarang Lian Hua itu masih tersimpan rapi di rumah saya.