FAJAR.CO.ID, GOWA - Kebutaan yang dialami Indrianti Amran yang diduga akibat radiasi ponsel selama belajar online, ternyata sama sekali tidak berpengaruh.
Dokter Spesialis Mata RS Unhas, dr Ratih Natasha Maharani angkat bicara. Penyakit yang diduga akibat radiasi ponsel selama belajar online tidak benar.
"Hasil pemeriksaan, didapatkan pembengkakan pada saraf optik. Biasa penyebabnya karena tumor, infeksi, atau penekanan di kepala seperti perdarahan atau cairan," katanya, Senin (23/11/2020).
Namun saat dilakukan scan pada kepala pasien berusia 10 tahun ini, tim dokter tidak menemukan ada tanda demikian. Hanya saja ada pembengkakan.
"Dari hasil pemeriksaan, didapatkan tidak ada tanda-tanda massa atau tumor. Tetapi didapatkan adanya kesan pembengkakan pada otak," jelasnya.
Agar penyakit yang dialami siswi kelas 6 SD Inpres Bontosunggu tidak semakin parah, tim dokter pun melakukan konsultasi ke ahli saraf untuk penanganan lebih lanjut.
"Kami lanjutkan pemeriksaan darah untuk melihat apakah ada infeksi yang membuat pembengkakan pada otaknya, dan kami konsulkan ke ahli saraf anak dengan dugaan peningkatan tekanan intracranial," jelasnya.
Pasien tersebut diketahui warga asal Dusun Romang Bone, Desa Bori Matangkasa, Kecamatan Bajeng Barat, Kabupaten Gowa.
Awal mula, Ririn, sapaan akrab Indrianti mulai mengalami buta sejak Sabtu sore (14/11/2020), saat dia sedang bermain dengan teman sebayanya. Saat itu, mata sebelah kirinya mengalami buram dan sakit di kepala.
Keesokan harinya saat bangun pagi, Ririn sudah tidak bisa lagi melihat. Penglihatannya sudah tidak ada hingga saat ini. Ririn mengaku hanya bisa melihat cahaya lampu. Sedangkan orang di sekitarnya sudah tidak bisa.
"Kalau sudah belajar, main main (di luar rumah). Biasa juga main game. Belajar online biasanya mulai jam sembilan sampai jam 10" katanya.
"Semua yang saya lihat gelap. Hanya itu (cahaya) lampu yang saya lihat. Kalau orang lain tidak mampu saya lihat," tambahnya kepada wartawan.
Ririn adalah anak kedua dari dua bersaudara, dan pasangan Amran Jafar, 40 tahun dan Sarianti, 36 tahun. Sang nenek, Sataria Daeng Nganne, 46 tahun, telah membawa Ririn berobat ke RS Universitas Hasanuddin, Makassar.
"Sepertinya mungkin karena belajar online pakai ponsel. Tapi saat matanya dikasih obat, terasa sakit. Berarti masih ada harapan (sembuh)" jelas dia. (Ishak/fajar)