FAJAR.CO.ID, JAKARTA— Perseteruan Habib Rizieq dan Mahfud MD kembali muncul, usai HRS tak berkenan buka hasil tes swab Covid 19 yang dilakukan MER-C yang dituding tak berwenang lakukan PCR.
Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa keberadaan MER-C yang telah melakukan pemeriksaan PCR atau tes swab terhadap Habib Rizieq, ternyata tidak mengantongi izin dari pemerintah berkenaan dalam penanganan Covid-19.
“Dari catatan, MER-C itu tidak memiliki laboratorium dan tidak terdaftar dalam jaringan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tes,” jelas Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Minggu (29/11).
Sebelumnya, pada awal November lalu, di tengah gembornya rencana kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi ke Indonesia, Mahfud MD mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Dia menyebut Habib Rizieq bukan orang suci seperti Imam Khoemeini sehingga tak dianggap serius oleh pemerintah. Dan pengikut HRS ini pun tak banyak.
Namun di malam kedatangan HRS ke Indonesia, Mahfud mengeluarkan imbauan agar petugas keamanan bersikap biasa saja dan jangan berlebihan terhadap massa yang menyambut Habib Rizieq di Bandara Soetta dan Petamburan.
Mahfud juga pernah menyebut dirinya pernah dipanggil habib ketika berkunjung ke Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Kembali kepada konferensi pers Mahfud MD, selain kepada Habib Rizieq Shihab, pemerintah juga meminta kepada RS Ummi Bogor dan MER-C untuk memenuhi panggilan aparat kepolisian berkenaan dengan pemeriksaan kesehatan Habib Rizieq Shihab.
Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, pemanggilan tersebut bukan berarti pihak rumah sakit melakukan pelanggaran hukum.
“Khusus untuk Rumah Sakit Ummi dan MER-C akan dimintai keterangan. Mungkin hanya perlu data-data teknis, tidak mesti kalau dimintai keterangan itu mesti dinyatakan bersalah,” katanya.
Pihak Rumah Sakit Ummi Kota Bogor yang sempat merawat Habib Rizieq dan MER-C yang melakukan pemeriksaan PCR atau tes swab, akan dimintai keterangan berkenaan dengan pemeriksaan Habib Rizieq.
“Jadi tidak harus dianggap dia telah melanggar UU, tapi dia harus datang, harus kooperatif,” tegasnya.
Seperti diketahui,pihak Kepolisian RI menyampaikan, penyebar data pribadi pasien terjangkit virus Corona (Covid-19) dapat terancam hukuman maksimal empat tahun penjara dan denda Rp 750 juta.
Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra, ancaman pidana ini berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE).
“Bahwa tidak boleh orang sembarangan membeberkan data pribadi ke publik tanpa izin,” jelas Asep di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020).
“UU ini mengatur bila perbuatan melawan hukum itu terbukti, dapat diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta,” katanya seperti dilansir kompascom.
Ia juga menyebut sejumlah pasal lain yang mengatur soal perlindungan data pribadi, misalnya Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa pasien memiliki hak terkait data medisnya.
Namun, tak ada ancaman hukum bagi pelanggarnya. Soal data pasien ini juga diatur pada Pasal 54 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 54 Ayat (1) UU tersebut berbunyi
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”. (pojoksatu/fajar)