Aliran Lobster

  • Bagikan

Sering sekali terjadi: kesungguhan mengerjakannya lebih menentukan daripada kebenaran konsepnya –apalagi kalau konsep itu belum tentu benar. Tentu publik melihat dengan jelas bahwa Bu Susi adalah orang yang sungguh-sungguh. Sampai beliau menyelesaikan jabatannyi –sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan– tidak sedikit pun terlihat ada lobster di balik batu.

Ada dua data ”ilmiah” yang sering dipakai menyerang Bu Susi: jumlah benur di laut Indonesia dan apakah lobster bisa dibudidaya di dalam negeri. Bu Susi memang sering mengatakan benur lobster terancam punah kalau ekspor dibebaskan.

Sedang pihak penyerang sering mengemukakan data dari KKP sendiri bahwa jumlah benur kita itu masih 850 miliar –jauh dari langka. Saya tidak berhasil mendapat kejelasan. Apakah angka itu justru sebagai hasil larangan Bu Susi selama 5 tahun, atau memang sejak dulu segitu.

Saya sendiri cenderung menerjemahkan yang nadanya memihak Bu Susi. Ketika beliau mengatakan kelak benur bisa langka, tentu maksudnyi bukan langka seperti harimau Jawa. Jadi, mempersoalkan kata ”langka” dari Bu Susi tidak sama dengan membicarakan langkanya badak bercula dua.

Yang saya juga tidak dapat penjelasan adalah: apakah kebijakan larangan ekspor dari Bu Susi itu sifatnya permanen atau sementara. Misalkan Bu Susi lah yang diangkat lagi menjadi Menteri KP: apakah beliau tetap melarang ekspor? Atau akan membuka ekspor –dengan asumsi populasi benur sudah kembali banyak?

Saya memang terus berkomunikasi dengan Bu Susi. Tapi begitu saya ingin bertanya soal lobster beliau tidak merespons. Saya pun berbicara dengan ”orang dalam” perikanan yang tidak ikut politik. Ia punya pikiran sendiri.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan