Dukungan Pemerintah dan UNICEF dalam Menekan Stunting

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, BONE Pemerintah dan UNICEF sangat berperan dalam menekan penderita stunting di Bumi Arung Palakka, Bone. Apalagi telah dilibatkan  Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dan konselor stunting yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.Tahun 2019 Bone termasuk 8 besar kabupaten/kota dengan angka stunting tertinggi di Sulawesi Selatan, dengan presentase 39 persen atau sekitar 3.829 balita.

Tingginya angka stunting dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pemenuhan gizi yang baik pada janin sejak dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun atau 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Selain itu, sanitasi yang kurang atau tidak memenuhi standar menyebabkan pertumbuhan anak kurang baik. Kebanyakan dari mereka berada di pedalaman.

 Di tahun 2019, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone kejadian stunting di 40 desa lokus dari 372 desa yaitu sebesar 3.829 balita sementara di tahun 2020 sampai dengan Oktober turun menjadi 3.336 balita.

Intervensi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulsel dalam menekan stunting adalah program Gerakan Masyarakat Mencegah dan Memberantas Stunting (Gammara'NA) membentuk Petugas Gizi sekaligus konselor stunting.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel, dr Muhammad Ichsan Mustari menyampaikan, dalam menekan stunting perubahan perilaku masyarakat tidak hanya didorong melalui  penyuluhan tapi juga intervensi lain. Sebab untuk mengubah perilaku ada yang harus dijalankan yakni meyampaikan ke masyarakat, mendorong, dan menyiapkan agar masyarakat bisa menerapkan perilaku tersebut.

"Perubahan perilaku masyarakat bukan hanya disiplin dan kepatuhan, melainkan kebiasaan itu harus muncul, dan bercontinue. Itulah yang harus didampingi," katanya yang dikutip dalam webinar tanggal 21 November yang difasilitasi oleh Dinkes Sulsel, Jenewa Madani, dan didukung oleh UNICEF.

Bagaimana Peran TPG di Desa?

Elyawati bergabung menjadi TPG Kecamatan Amali, Kabupaten Bone, Sulsel sejak 2010. Sehari-hari tugasnya melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di posyandu setiap desa. Ada 14 desa dan 1 kelurahan di Kecamatan Amali.

Setiap bulan Agustus dan Februari dilakukan pemberian vitamin A  serta  pelacakan dan pemantauan balita kurang gizi.  Tahun 2015 adalah pertama kali Elyawati mendapati kasus gizi buruk. AW (kini berusia 5 tahun), anak dari pasangan Juddin dan  Suriani yang tinggal di Kelurahan Mampotu, Kecamatan Amali terkena gizi buruk sejak umur 3 bulan.

AW yang dilahirkan di puskesmas menderita gizi buruk akibat kesalahan penanganan dari pihak keluarga tanpa sepengetahuan pihak puskesmas. "AW itu berat badannya kurang, tingginya tidak mencapai standar. Latar belakang keluarga juga tidak mampu, tinggal di gubuk bambu," kata Ely sapaan karib Elyawati saat ditemui Rabu, 2 Desember.

Perempuan kelahiran Taretta, 20 Februari 1988 itu menjelaskan ada 16 balita terindikasi menderita stunting berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur. "Kita dapat di posyandu. Selain itu kita juga melakukan kunjungan rumah door to door," akunya.

Ketika ada balita terindikasi stunting, tim TPG tak menyinggungnya secara langsung soal itu. Orang tua balita diberikan pemahaman melalui pendekatan emosional. "Begitulah cara kami. Tidak membuatnya cemas. Tetapi kita perhatikan terus perkembangannya dan memberikannya vitamin," sebutnya.

Selama masa pandemi alumni Diploma 3 Poltekkes Makassar itu mengaku sedikit tertantang. Di satu sisi mereka disuruh jaga jarak, namun di sisi lain harus bersentuhan langsung dengan pasien ketika melakukan pengecekan atau pemeriksaan status gizi.

"Itu yang menjadi tantangan. Selama pandemi meningkat cakupan karena semua dikunjungi rumahnya. Bahkan, kadang kalau memakai baju hazmat balitanya ketakutan, tidak mau dipegang. Sementara harus diukur kepalanya dan tinggi badannya," urainya.

Namun  ibu tiga anak itu begitu bersemangat dalam memerangi stunting dan gizi buruk. Apalagi sinergi antara Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan kader Posyandu sudah aktif. Desa juga menganggarkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan dan PMT ibu hamil yang kurang energi kronik (KEK) atau Kurang Energi Protein (KEP).

Strategi yang dilakukan Ely dalam menangani kasus gizi buruk dan stunting selama masa pandemi mengacu pada webinar dengan tema "Orientasi Pedoman Penanganan Gizi Buruk Terintegrasi Bagi Tenaga Gizi dan Tenaga Kesehatan". Webinar yang berlangsung pada 19-21 Oktober 2020 tersebut diselenggarakan oleh Jenewa Madani Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi SulSel dan didukung oleh UNICEF.

Kata dia, ada beberapa hal yang menjadi perhatian dan fokus seperti bagaimana alur penanganan gizi buruk yang seharusnya diterapkan di puskesmas, cara pengunaan dan pengaplikasian antropometri kit, dan penguatan tenaga gizi sebagai partner tenaga kesehatan  untuk  memperbaiki status gizi balita.

"Dengan adanya webinar tersebut kami bisa bekerja sesuai dengan pedoman atau manajemen gizi buruk yang terarah. Beberapa dari poin webinar tersebut sudah kami aplikasikan ke lapangan. Selain itu kami juga semakin meningkatkan kerjasama antarbidan, dokter, dan tenaga gizi dalam penangan kasus gizi di masyarakat," jelasnya.

Peran Pemerintah

Selain itu, Pemerintah Bone dalam menekan angka stunting melibatkan seluruh desa dan kelurahan. Desa atau kelurahan yang tidak memiliki stunting akan diberikan penghargaan.

Kepala Bappeda Bone, Ade Farid mengutarakan, setelah melakukan program pencegahan stunting tahun ini melalui 20 indikator, dari 372 desa dan kelurahan setelah di monitoring dan evaluasi lapangan sudah lebih 50 persen desa dan kelurahan nihil stunting. "Diperkirakan di akhir tahun 2020 balita stunting hanya 17 sampai 20 persen saja," tuturnya.

Karena, kata dia, semua desa dan kelurahan di dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) telah mengalokasikan anggaran khusus pencegahan stunting. Tahun 2020 pemerintah Bone mengeluarkan Perbup No 3 Tahun 2020 tentang Peran Desa dan Kelurahan Dalam Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi. Perbup tersebut  memerintahkan setiap desa dan kelurahan melakukan rembuk stunting, dan memberikan penghargaan pada desa yang berhasil mencegah stunting.

"Tahun lalu yang diberikan penghargaan adalah juara 1 Desa Samaenre Kecamatan Tellilimpoe, juara 2 Desa Tondong Kecamatan Tellulimpoe, juara 3 Desa Matajang Kecamatan Kahu. Untuk tahun ini akan diumumkan di akhir tahun," jelasnya.

Sementara Bupati Bone, Andi Fahsar Mahdin Padjalangi menambahkan, dalam menekan angka stunting ada 8 aksi secara nasional yangg diimplementasikan sampai tingkat bawah. Mulai dari melakukan identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi intervensi gizi, serta enyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi.

Kemudian Kabupaten Bone menyelenggarakan rembuk stunting, memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegrasi. Pemerintah Bone juga memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi di tingkat desa. Lalu, meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi, dan melakukan review kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.

"Bone sekarang ada 40 desa lokus stunting. Pemprov Sulsel sudah bantu di 40 desa tersebut dengan penyediaan konselor gizi dan penyuluh kesehatan," jelasnya.

Bupati dua periode itu menambahkan, data soal stunting yang dipegang sangat akurat karena berisi informasi by name by address.  Data tersebut menjadi dasar dilakukannya intervensi serta kolaborasi yang kuat antarpemerintah desa. "Intervensi yang dilakukan pemerintah mengarah ke yang bersangkutan. Untuk desa nol stunting reward diberikan pada peringatan Hari Kesehatan Nasional," jelasnya lagi.

Dalam hal penanganan stunting UNICEF mengapresiasi inovasi pemerintah provinsi Sulsel dalam program Gammara'NA (Gerakan Masyarakat Mencegah dan  Memberantas Stunting) dan pemerintah daerah.

Dukungan UNICEF

Menurut Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Sulawesi dan Maluku, Henky Widjaja, dari hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 diketahui 27,7 persen dari 23 juta balita Indonesia mengalami stunting. Angka ini di atas garis standar WHO yaitu 20 persen.

Sebagai wujud keseriusan mengatasi stunting, pemerintah Indonesia  menargetkan untuk menekan angka stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Namun, kondisi pandemi COVID19  saat ini menjadi tantangan serius. Oleh karena itu sangat mendesak untuk mengambil tindakan tepat dan cepat memperbaiki dan mencegah peningkatan jumlah gizi buruk.

"Perlu diketahui sebelum pandemi Indonesia sudah menghadapi gizi buruk yang tinggi. Lebih dari 2 juta anak saat ini menderita gizi buruk, dan lebih dari 7 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting," tutur Henky dalam webinar 21 November lalu yang bertema Optimalisasi Upaya Pencegahan dan Penurunan Stunting di Sulawesi Selatan.

Saat ini kelompok rentan adalah balita dan ibu hamil akan semakin berisiko, karena keterbatasan pangan dalam keluarga terutama untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di tengah situasi saat ini patut diapresiasi pemerintah daerah di Sulsel memiliki kecermatan dalam menangani pandemi dan aksi yang jelas dalam menangani stunting.

Persentase stunting di Sulsel pada tahun 2019 adalah sebesar 30,5 persen atau terjadi penurunan 5,1 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan ini membuat Sulsel berhasil keluar dari 10 besar provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia.

"Kami melihat program Gammara'NA sebagai program payung untuk fokus dukungan UNICEF di bidang nutrisi di Sulsel," bebernya.

Saat ini UNICEF ssedang menyiapkan program 5 tahun  untuk periode 2021-2025. Tahun depan secara resmi UNICEF  di kantor wilayah Makassar akan melaksanakan program dukungan di bidang gizi yang akan berfokus pada penanganan stunting, gizi buruk, peningkatan status gizi ibu dan remaja, pencegahan obesitas, dan juga pemberian dukungan penanganan masalah gizi dalam kondisi kebencanaan.

"UNICEF memandang bahwa stunting harus ditangani secara holistik dan terintegrasi. Stunting tidak hanya menjadi beban bagi sektor kesehatan tetapi memerlukan peran aktif sektor lainnya," tambah Henky. (agung/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan