"Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri," demikian pernyataan KontraS.
Selanjutnya, KontraS mendesak divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri melakukan pemeriksaan dan audit senjata api serta amunisi secara berkala, yang digunakan oleh anggota kepolisian yang terlibat dalam proses pembuntutan tersebut.
Selain itu, KontraS mendesak Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan yang menyebabkan tewasnya enam laskar FPI tersebut.
"Komnas HAM dan Kompolnas secara independen harus melakukan pemantauan langsung dan mendalam terhadap peristiwa penembakan ini. Komnas HAM dan Kompolnas juga harus memastikan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan nantinya akan memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan," desak KontraS.
Catatan KontraS, selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas.
Penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, kami menemukan sejumlah pola, seperti korban diduga melawan aparat dan korban hendak kabur dari kejaran polisi.
Seringkali, ujar KontraS, alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel.
Besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri di atas, menunjukkan masih banyak anggota Korps Bhayangkara yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009.