Yang mengagumkan adalah banyaknya janji itu. Dan besarannya. Dan yang mengucapkannya.
Bahkan Menko Luhut menyebut status janji itu sudah pada level komitmen. Berarti bisa lebih dipegang dari level janji –apalagi setelah kini makna janji terdegradasi.
Maafkan ketika menulis ”pinjaman” di atas kata itu saya beri tanda kutip. Saya sendiri belum yakin apakah semua komitmen tersebut berbentuk utang. Yakni utang kepada LPI. Bukan kepada pemerintah Indonesia.
Dengan demikian, karena statusnya utang LPI maka tidak ada yang bisa terus menjumlahkan sudah berapa ribu triliun utang negara kita.
Tentu masih akan ada yang menjumlahkannya.
Kan LPI 100 persen milik pemerintah. Pun jikalau tidak ada penjaminan pemerintah. Berarti utang LPI itu juga utang kita. Apalagi kalau ada penjaminan.
Rasanya kalau uang itu berstatus pinjaman pemilik uang pasti minta penjaminan seperti itu.
Tapi, rasanya, komitmen tersebut bukan berstatus utang.
Bagaimana kalau bentuknya investasi? Apalagi sebutan lainnya kalau tidak bisa disebut pinjaman?
Mungkin investasi juga bukan. Saya jadi ingat teman-teman yang berbisnis membangun ruko. Jangan-jangan statusnya seperti itu.
Maka anggap saja mirip seorang pengusaha yang lagi membangun ruko. Teman-teman pengusaha itu titip uang di proyek ruko tersebut. Tanpa diminta. Itu sepenuhnya inisiatif pemilik uang sendiri.
Pemilik proyek pada dasarnya mampu membiayai ruko itu. Tapi pemilik uang minta agar diperbolehkan ikut titip uang. Kalau rugi ya sudah. Tapi kalau untung minta bagian laba.