FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Di penghujung masa jabatannya, Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin, bersikeras melelang 11 jabatan eselon II atau setara kepala dinas yang lowong.
Alasannya, jabatan di lingkup pemerintahan tidak boleh dibiarkan terlalu lama kosong karena akan berpengaruh kepada fungsi pelayanan terhadap masyarakat.
Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Kasrudi, menentang keras 'ambisi' Rudy tersebut. Bahkan, Politisi Partai Gerindra itu menganggap kebijakan tidak penting. Pasalnya banyak masalah yang lebih genting dan harus segera ditangani. Salah satunya persoalan banjir yang mengepung sejumlah wilayah di Makassar.
"Harusnya Pj Wali Kota fokus saja tangani banjir. Jangan dulu utak-atik jabatan (kosong)," tegas Kasrudi saat dihubungi, Selasa (29/12/2020).
Selain persoalan tahunan itu, wabah Covid-19 yang semakin melonjak adalah hal krusial yang mestinya menjadi perhatian penuh Rudy Djamaluddin. Karena keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah hukum tertinggi.
"Pandemi Covid-19 juga harus ditangani dengan serius. Itu adalah segala-galanya. Jangan dulu urus yang lain yang tidak penting," katanya.
Kasrudi menilai orang yang tepat melelang jabatan adalah Wali Kota Makassar definitif, yang terpilih di Pilkada Serentak 2020. Bukan seorang penjabat wali kota yang kurang dari 1,5 bulan lagi akan meletakkan jabatan.
"Biarkan saja Wali Kota baru yang lakukan lelang jabatan, karena belum tentu visi-misi Pj sekarang sama dengan wali kota definitif nantinya," terang Kasrudi.
Keputusan Rudy Djamaluddin melakukan lelang jabatan di akhir masa pemerintahannya dinilai menabrak instruksi Menteri Dalam Negeri yang jelas-jelas melarang kepala daerah untuk melakukan pergantian jabatan atau mutasi pejabat hingga dilantiknya pemimpin terpilih pemenang Pilkada Serentak 2020.
Arahan Mendagri Tito itu tertuang dalam surat edaran (SE) resmi dengan nomor 820/6923/SJ tentang larangan penggantian pejabat di lingkungan daerah pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020, sudah benar dan harus dipatuhi oleh seluruh kepala daerah. Termasuk Pj Walikota Makassar.
Namun, Rudy memiliki pandangannya sendiri. Atas nama pelayanan publik dan menghindari kepincangan dalam sistem pemerintahan, kebijakannya tersebut dianggapnya sah-sah saja.
"Anda masyarakat disuruh tunggu, mau tidak? Nah fungsi pelayanan itu utama dan pemerintahan melayani. Makanya segera memaksimalkan pelayanan dengan mengisi yang kosong, itu diizinkan oleh regulasi," jelas Rudy.
"Saya yakin, (pemerintah) pusat tidak ingin pemerintahan di daerah jalan pincang," katanya kemudian.
Diketahui, ada 12 jabatan Eselon II lowong yang kini masih diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt). Masing-masing Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (DP2), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Kearsipan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Penataan Ruang (DPR), Dinas Pendidikan (Disdik).
Kemudian Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Kepala Pemadam Kebakaran (Damkar), Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPKB), Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Makassar, dan Dinas Kesehatan (Diskes). (endra/fajar)