Bahannya mudah didapatkan. Selain itu proses pembuatannya sederhana, namun sangat efektif.
Laporan: EDWARD AS
FAJAR.CO.ID -- Suasana halaman Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM) terlihat sepi. Hampir tak ada aktivitas di sana, Selasa, 5 Januari.
Tidak ada satu pun mahasiswa atau dosen yang telihat. Hanya ada dua orang petugas keamanan yang duduk di pos.
Masuk lebih dalam di Laboratorium Pendidikan Teknologi Pertanian, terlihat beberapa mahasiswa sedang mengikuti seminar daring. Ada juga yang tengah berkosultasi dengan dosen terkait.
Menoleh kebagian pojok, terlihat Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian (PTP) Fakultas Teknik, UNM, Andi Sukainah. Ia tengah berbincang dengan mahasiswanya, Monika Linda yang baru menyesaikan studinya.
Mereka membicarakan kelanjutan penelitianya tentang pembuatan antimikroba dari daun bakau. Mereka telah berhasil mengekstrak senyawa antimikroba dari empat jenis bakau yang menjadi objek penelitian.
Tanaman tersebut di antaranya Rizophora apiculata, Sonneratia alba, Avicennia marina, dan Acanthus ilicifolius.
Monika menceritakan, untuk membuat ekstrak antimikroba dari daun bakau tersebut cukup mudah. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencuci daun bakau menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali.
Proses pencucian dilakukan dengan menggosok setiap sisi daun untuk menghilangkan lumpur yang melekat pada daun bakau. Selanjutnya ditiriskan.
Setelah itu, daun bakau dimasukkan ke dalam tray lalu dikeringkan dalam room dryer selama lima hari pada suhu 50 derajat celsius. Langkah selanjutnya adalah penghalusan dengan blender, kemudian diayak.
Lalu pembuatan ekstrak daun bakau dengan cara mencampurkan 200 gram tepung daun bakau dengan etanol 70 persen sebanyak 1500 ml selama 3 x 24 jam. Itu dilakukan pada suhu kamar dan direndam pada toples kaca.
Proses maserasi dilakukan selama tiga hari dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Jangan lupa diaduk setiap 24 jam.
Setelah tiga hari, campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring whatman, agar filtrat yang dihasilkan tidak mempunyai kotoran atau ampas sisa ekstraksi. "Sehingga diperoleh maserat," ujarnya.
Setelah disaring, maserat kemudian dipekatkan menggunakan evaporator dengan suhu 40 derajat. Tujuannya agar menguapkan pelarut yang masih ada dan hanya menghasilkan murni hasil ekstraksi dari daun bakau pekat.
"Ekstrak tersebut diujikan ke Eschericia coli, Salmonella dan Staphylococcus aureus yang telah dibiakkan dan media agar. Hasilnya sangat baik, terbentuk zona bening yang menandakan adanya penghambatan pertumbuhan mikroorganisme," ungkap Monika.
Wanita yang akrab disapa Monik ini menuturkan, tujuan penelitian yang mereka lakukan adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun bakau sebagai antimikroba. Setelah itu pemanfaatan ekstrak daun bakau dalam pembuatan herbal hand sanitizer.
"Hasil ekstrak ini sudah kami buat menjadi hand sanitizer. Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan tingkat efektivitas dari bahan baku yakni, daun mangrove (bakau)," ucapnya.
Ketua tim penelitian, Andi Sukainah menambahkan, penelitian tentang daun bakau sudah lama mereka lakukan. Ada berapa yang telah rampung, terbaru adalah pembuatan hand sanitizer.
Pengembangan penelitian dengan bahan baku daun bakau sangat mudah dan bahannya melimpah ruah. Gampang didapat dan banyak.
"Ini juga bentuk pemanfaatan bahan alam yang baik. Masih banyak potensi lain yang belum digali," tambahnya. (*)