Vaksin dari Sinovac ini memakai teknologi atau platform virus yang diinaktivasi (dimatikan), vaksin yang diproduksi oleh Sinovac ini menggunakan metode klasik atau yang sudah biasa digunakan untuk membuat vaksin.
“Virus yang diinaktivasi, dimana secara umum efek sampingnya rendah karena kita juga berangkat dari berbagai penelitian terkait dengan vaksin-vaksin yang sudah ada, yang menggunakan platform sama efek sampingnya rendah,” terang Prof Zullie.
Teknologi tersebut sudah dikuasai oleh PT Bio Farma sebagai satu-satunya produsen vaksin di Indonesia sehingga dengan alih teknologi dari Sinovac Biotech Ltd, ke depan Indonesia bisa memproduksi vaksin sendiri dan diedarkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Terkait dengan pemilih vaksin yang diproduksi oleh Sinovac, Prof Zullie menyebut hal ini sebagai usaha pemerintah Indonesia untuk melakukan alih teknologi. Itu agar ke depan Indonesia tidak bergantuung pada negara lain dalam pengadaan virus.
“Jangan dilihat China-nya dulu. Karena virus ini berasal dari sana, tentu mereka lebih responsive terhadap tindakan yang harus dilakukan, sehingga mereka sudah menghasilkan vaksin terlebih dahulu,” ujarnya.
Menurut Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada ini, dasar pemilihan vaksin adalah dengan mempertimbangkan efikasi/kemanjuran dan keamanan (efek samping).
Terkait dengan pemilihan Pemerintah Indonesia terhadap vaksin dari Sinovac karena memiliki efikasi 65,3 persen, dengan keamanan baik dengan kejadian KIPI 0,1 persen. Bahkan dia menyebut tak semua yang telah divaksin menggunakan vaksin dari Sinovac tidak mengalami efek samping. (ngopibareng/jpnn/fajar)