ILHAM WASI
Mamuju
Praka Ahriadi. AS sudah bersiap menuju akad. Dengan setelan jas hitam dan celana kain hitam ia kenakan, tambah songkok recca turut dipasang. Sarung sutra Mandar merah tua dililit di pinggangnya.
Hari itu, Senin, 18 Januari, merupakan hari bahagiannya. Sebelum pukul 11.00 Wita, ia akan meminang sang pujaan hati, Suherah, A.Md. Kep. Seorang pengawai yang bekerja di Dinas Kesehatan Mamuju Tengah. Ikrar pernikahan di depan penghulu akan di langsungkan siang hari itu.
Namun, di tengah kesiapan itu, seorang lelaki datang ke rumahnya. Lelaki itu korban gempa. Ada bekas luka di telapak kaki lelaki kanannya datang meminta pertolongan. Rumah Praka Ahriadi di Dusun Tamao, Desa Tampalang, Kecamatan Tapalang memang dia tempatkan sebagai posko kemanusian pascagempa, Sabtu, dini hari, 16 Januari. Gempa yang turut berdampak di kampung halamannya. Gempa itulah yang membuat ijab kabul lelaki berusia 30 tahun ini yang mulanya dijadwalkan pada Sabtu, 16 Januari harus diundur.
Praka Ahriadi cukup lihai membersihkan luka. Dibersihkan dengan alkohol dan memberinya betadine, kemudian membalutnya. Yah, Ahriadi memang masih punya bekal ilmu perawatan, apalagi sebelum lulus menjadi prajurit TNI, dia merupakan lulusan SMK Keperawatan.
Selesai memberikan pertolongan, Praka Ahriadi kemudian melepas sarung tangan medis dan berwudhu. Bergegaskah dia ke rumah calon istri, Suherah yang berjarak 300 meter dari rumahnya. Usia ijab kabul berlangsung sederhana, tak seperti bayangannya menggelar resepsi seperti undangan yang telah disebar. Kini dia, resmi menyandang status sebagai suami.
Kedua suami-istri ini, kembali beraktivitas. Praka Ahriadi ke rumahnya. Apalagi, masih banyak warga yang membutuhkan perawatan luka dan membantu distribusi bantuan kepada korban bencana. Sementara istrinya, Suherah juga harus ke Mamuju menjemput bantuan logistik. Suherah juga relawan. Rumahnya juga menjadi tempat pos gempa bumi. Tenda pernikahan sejatihnya menjadi tempat menjamu tamu, tetapi berubah menjadi pos bantuan gempa. “Yah, mengharukan lah Bang. Di sisi lain bahagia, di sisi lain juga sedih melihat kampung kena bencana,” ujar Praka Ahriadi kepada FAJAR, kemarin.
Untuk resepsi pernikahannya, katanya, masih akan menunggu suasana kondisi. Saat ini, mereka fokus membantu korban gempa. “Tenaga medis di pos kan tidak ada. Yah, kebetulan lagi saya ini kan lulusan SMK keperawatan. Jadi, saya ambil alih dulu untuk sementara,” ungkap anggota TNI yang pernah bertugas di Papua ini.
Ahriadi sedikit bercerita perjumpaan dengan istrinya. Kali pertama sempat bertemu tahun 2014. Itu pun, hanya melihat Ela --sapaan Suherah sepintas. Komikasi via telepon dan media sosial terjalin, tetapi tak pernah bertemu langsung. Barulah pernikahan ini menjadi pertemuan mereka kembali. “Tanpa ketemu untuk kedua kalinya, langsung melamar. Dan saya datang dari Papua bulan Juli 2020, beritahu orang tua, langsung melamar,” ungkap prajurit yang baru bertugas satu bulan lebih di Koramil Budong-budong, Mateng ini.
Apa kado untuk pernikahan mereka? Ahriadi yang memiliki nama facebook Ganti Oli Gratis ini menuliskan. “Kado cukup obat-obatan dan perlengkapan bayi kirim ke posko kami. Kami tunggu.” Tulisnya dengan memasang foto bersama istrinya.
Posko bencana di rumah, Praka Ahriadi yakni, Komunitas Indonesia Selamat. Rekannya, Zulfihadi mengatakan, posko ini fokus pembagian logistic dan bantuan media. Relawan banyak bergerak di Kecamatan Tapalang menjangkau daerah yang belum tersentuh. Satu hal yang terbersih dalam kata-kata korban bencana di lokasi, jika pengantaran sembako lewat mereka menuju Mamuju. “Orang di sini hanya bisa mengelus dada. Makanya kita tetap galang para donator,” ungkapnya. (*)