FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk satuan tugas (satgas) khusus, untuk memburu tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dinilai langkah yang tepat untuk penegakan hukum.
Namun, hal itu tidak bagi Advokat Otto Hasibuan. Dia menilai, memasukkan nama Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Nursalim (IN) ke dalam DPO adalah keputusan yang bertentangan dengan hukum dan melawan keputusan Mahkamah Agung.
Otto menyatakan berdasarkan fakta-fakta yang ada, SN dan IN seharusnya sudah tidak berstatus DPO. Karena kasus mereka berasal dan dikaitkan dengan kasus Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) yang telah dibebaskan Mahkamah Agung (MA) pada 2019.
“Status SN dan IN sebagai tersangka demi hukum telah gugur sejak SAT dibebaskan MA pada tahun 2019, karena kasus mereka bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Mereka diduga turut serta melakukan tindak pidana bersama-sama SAT,” kata Otto dalam keterangannya, Minggu (24/1).
Otto memandang, dengan MA membebaskan SAT berdasarkan pertimbangan bahwa perbuatan bukan merupakan tindak pidana, maka perbuatan yang diduga dilakukan SN dan IN bersama-sama SAT dengan sendirinya juga bukan perbuatan pidana.
“Logika hukumnya kan begitu. Jadi kalau SN dan IN disebut masih berstatus DPO, hal itu adalah bertentangan dengan hukum,” ucap Otto.
Otto menuturkan, KPK sama sekali tidak memiliki dasar hukum untuk menjadikan SN dan IN sebagai tersangka sehingga SN tidak dapat dimasukkan dalam DPO. Bila KPK tetap memasukkan SN dan IN dalam DPO, KPK dalam hal ini tidak mengindahkan dan bahkan tidak menghormati putusan MA.
Otto mengungkapkan, bahwa putusan MA yang membebaskan SAT juga mempertimbangkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2017 (LHP BPK 2017) yang bertentangan dengan hasil audit BPK tahun 2002 dan 2006.
“LHP BPK 2017 menilai adanya kerugian negara, namun menurut MA, LHP BPK 2017 tersebut tidak sesuai dengan standar pemeriksaan audit yang diatur dalam Peraturan BPK No. 1 tahun 2017, karena tidak diuji dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2002 dan 2006. Hasil audit BPK tahun 2002 dan 2006 tidak menyatakan adanya kerugian negara, bahkan laporan audit BPK tahun 2006 menyatakan SKL layak diberikan kepada SN karena sudah memenuhi kewajibannya” pungkas Otto.
Sebelumnya, KPK memastikan tetap melakukan upaya maksimal dalam pencarian para tersangka yang hingga kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), dengan membentuk tim satuan tugas (satgas) khusus. Terdapat tujuh tersangka korupsi yang masuk daftar buronan KPK, termasuk mantan Caleg PDI Perjuangan Harun Masiku.
“Kita di pimpinan juga telah menginisiasi dan meminta kepada Pak Deputi (Deputi Penindakan KPK Karyoto) mencoba untuk membuat sebuah satu satgas yang memang fokus melakukan pencarian kepada orang-orang DPO,” kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/1).
Lili menyampaikan, tim satgas tersebut dibentuk khusus untuk fokus mencari buronan, tanpa disibukkan dengan kegiatan penyidikan maupun penyelidikan sehari-hari.
“Agar cepat efektif dengan membentuk sebuah tim satgas sendiri yang khusus mencari orang-orang yang memang masuk DPO,” tegas Lili.
Adapun tujuh tersangka yang hingga saat ini masih diburu KPK diantaranya:
- Harun Masuku, tersangka kasus dugaan suap pengurusan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024.
- Kirana Kotama, tersangka kasus dugaan suap terkait Penunjukan Ashanti Sales Inc sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan kapal SSV untuk Pemerintah Filipina Tahun 2014 sampai 2017.
- Sjamsul Nursalim, tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap oblibor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
- Itjih Nursalim, tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap oblibor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
- Izil Azhar, tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pembangunan proyek Dermaga Sabang tahun 2006-2011.
- Surya Darmadi, tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alib fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan tahun 2014.
- Samin Tan, tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (jpc/fajar)