Menurutnya, tim khusus ini bertugas menyelidiki dugaan pelanggaran HAM oleh oknum Polri terhadap empat laskar FPI yang tewas tertembak itu. "Dan hasilnya hingga kini belum ada," tegasnya.
Ketiga, Neta menjelaskan, adanya Perkap 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
Menurut Perkap itu, setiap kasus penembakan harus dipertanggungjawabkan polisi penembak.
Sehingga, ia menegaskan, eksekutor penembakan terhadap 6 laskar FPI itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai Perkap 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
"Terutama anggota Polri yang mengeksekusi 4 laskar FPI yang sudah tertangkap tetapi tidak diborgol itu," paparnya.
Neta mengatakan bahwa bagaimanapun pelaku penembakan ini patut diusut tuntas agar dapat ditemukan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) di kepolisian.
Menurut Pasal 13 Ayat 1 Perkap 1 Tahun 2009, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.
Sehingga dengan adanya transparansi siapa pelaku eksekusi terhadap laskar FPI ini menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi Polri ke depan.
Tujuan diberlakukannya Perkap ini seperti yang tertuang dalam Pasal 2 Ayat 1 adalah untuk memberi pedoman bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan.
"Sehingga terhindar dari penggunaan kekuatan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan," ungkap Neta.
Dia menambahkan dengan adanya pengusutan lebih lanjut dalam kasus ini, bisa diketahui apakah eksekusi terhadap 4 laskar FPI itu telah sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seperti yang diamanatkan Perkap.