Nurhayati Rahman, Tokoh “Master Piece ” I La Galigo

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID -- Nama Prof Dr Nurhayati Rahman, M.Hum identik dengan La Galigo. Bukan saja karena pernah menjadi Ketua Panitia Seminar Internasional I La Galigo pada 2003 yang menjadi awal kehebohan karya tersebut, melainkan karena Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin (Unhas) ini banyak terlibat dalam penerjemahan naskah karya sastra terpanjang di dunia itu bersama ilmuwan-ilmuwan Universitas Leiden, Belanda.

Demi naskah I La Galigo, Nur, sapaan akrab Nurhayati, rela untuk tinggal beberapa waktu di Amsterdam, tempat karya sastra itu berada.

Di negeri kincir angin, wanita kelahiran Bone ini menerjemahkan karya monumental tersebut dari Bahasa Bugis kuno ke Bahasa Indonesia.

Pernah suatu ketika Nur mengalami kejadian yang menggelitik.

Waktu itu 2001, usai berbicara dengan beberapa warga Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Jakarta, ada yang bertanya, “Apa itu I La Galigo?”

Naskah I La Galigo yang diterjemahkan Nurhayati berkisah tentang warga suku di Nusantara yang bersaudara dengan leluhur yang sama, yakni Sawerigading. Diakuinya, karya orang Bugis yang kuno yang melampaui zamannya, karena semua unsur modern tertuang dalam naskah tersebut.

Karya itu terdiri atas 360 ribu bait. Tiap bait terdiri atas lima pasang kalimat. Dengan panjang seperti itu, tak mengherankan kemudian kalau I La Galigo tercatat sebagai karya sastra terhebat dan terpanjang di dunia.
Mengalahkan panjangnya naskah Mahabarata dan Ramayana yang baitnya 150 ribu bait, maupun kisah dewa-dewa Yunani kuno, Odyssei, yang panjangnya 70 ribu bait.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui The United Nations Organization for Education, Science and Culture (UNESCO) memberikan perhatian khusus kepada karya sastra yang ditulis oleh Colliq Pujie, dengan memberikannya penghargaan berupa anugerah Memory of the World (MOW), dan menetapkannya sebagai sebuah warisan dunia.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan