Personil Satpol PP dan AUHM Dipolisikan, Pakar Hukum Sebut Tak Punya Dasar

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Kasus hukum yang menyeret Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Makassar dan Asosiasi Usaha Hiburan Malam (AUHM) atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) dinilai pakar hukum Unhas, Prof Aminuddin Ilmar tidak punya dasar hukum yang kuat.

Aturan yang dijadikan rujukan kepolisian seperti Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 51 - 53, Surat Edaran Pj Walikota Terkait PPKM, dan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebut Prof Ilmar, sapaannya, kurang tepat.

Ia menjelaskan, Peraturan Wali Kota (Perwali) harusnya hanya bersifat teguran saja. Begitu juga dengan undang-undang Kekarantinaan Kesehatan yang ikut dijadikan rujukan dinilai tidak pas, apa lagi aturan itu hanya diberlakukan pada daerah-daerah yang menerapkan PSBB.

"Undang-undang Karantina Kesehatan itu sebagaimana yang lalu kategorinya adalah pembatasan atau PSBB. Makassar itu sudah tidak ada lagi (PSBB) kan begitu. Jadi menurut saya, agak aneh kalau diberlakukan. Kalaupun melanggar protokol kesehatan, menjadi pertanyaan itu tadi dasarnya apa? Karena harus ditegaskan dulu, bahwa kita dalam keadaan PSBB atau PPKM, kalau tidak ada terus dasarnya apa dong?," jelas Prof Ilmar pada Fajar.co.id, Kamis (11/2/2021).

"Kalau berdasarkan undang-undang itu (Kekarantinaan Kesehatan) harusnya ada turunannya, bahwa kalau ada orang yang kedapatan melanggar (dipidana). Itukan terlalu luas, mestinya ada dulu pembatasan yang dilakukan, apakah pembatasan itu dilanggar atau tidak, kalau tidak ada tidak bisa diproses hukum menurut saya," tambahnya.

Lebih jauh, Prof Ilmar mengatakan harusnya Pemerintah Kota Makassar (Pemkot) lebih tegas lagi pada aturan apa sebenarnya yang diberlakukan. Apalagi menurut pantauannya di lapangan, penindakan pelanggar protokol kesehatan di jalan-jalan Makassar atau pun di beberapa tempat dinilai sangat lemah.

Prof Ilmar beri perbandingan, antara kegiatan aksi unjuk rasa AUHM dengan kegiatan peresmian kawasan kuliner pasir putih 'Lego-lego' di Center Point of Indonesia yang dinilai sama-sama mengundang kerumunan harusnya ikut di proses hukum.

Paling kontras menurut dia adalah soal izin kegiatan itu sendiri, dimana disebut ada satu kegiatan yang diberi izin dan yang satu lagi tidak diberi izin.

"Kebijakan itu harus tegas sehingga masyarakat juga bisa memahami dengan baik. Kemudian imbauan dari pemerintah dan seluruh unsur Satgas Covid-19. Cuman kita liat, hampir tidak ada sama sekali (penegasan). Mana pernah kita dapatkan ada penegakan di jalan-jalan kota Makassar. Jadi janganlah membuat perlakuan yang berbeda kalau mau tegas, tegas saja. Kita dukung," ujarnya.

Sebelumnya, Polrestabes Makassar diketahui sedang mendalami kasus aksi unjuk rasa "Goyang DJ" massa AUHM yang terjadi di halaman Balaikota Makassar, Rabu (10/2/2021) kemarin. Tiga pihak yang dianggap terlibat telah dipanggil untuk dimintai keterangan.

"Baru tahap pemeriksaan saksi-saki. Baru pihak Satpol PP, Kesbangpol, termasuk penanggung jawab aksi (AUHM)," kata Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, AKP Sugeng. (Mg4/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan