Soal Novel Baswedan, Rocky Gerung Bandingkan Ucapan Jokowi dan Mao Zedung

  • Bagikan
Rocky Gerung dan Presiden Joko Widodo. (Int)

FAJAR.CO.ID -- Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, dilaporkan ke Polisi karena cuitannya soal meninggalnya Soni Eranata atau Ustaz Maaher At Thuwailibi di Rutan Bareskrim.

Pelapornya Ormas Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas. Mereka menganggap Novel menyebar berita bohong dan provokasi di media sosial.

Mengomentari hal itu, pengamat politik Rocky Gerung mengaitkan laporan tersebut berkaitan dengan ucapan Presiden Jokowi dalam pidatonya di peluncuran tahunan Ombudsman pada 8 Februari lalu. Saat itu Jokowi meminta masyarakat mau secara aktif mengkritik pemerintah.

"Kalau (laporan terhadap Novel) diproses artinya polisi justru mengabaikan permintaan presiden. Jadi polisi gak peduli presiden mau ngomong apapun, pokoknya tangkap aja," ucap Rocky dalam channel Youtubenya, Jumat, (12/2/2021).

"Terlihat polisi sebagai aparat di bawah presiden, dia ngga baca headline soal presiden "Silahkan Kritik Kami" itu," sambungnya.

Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu pun menyandingkan pernyataan Jokowi dengan pendiri Tiongkok Mao Zedong atau Mao Tse-tung.

Diketahui, pada 1956 Mao memperkenalkan kebijakan politik baru, di mana kaum intelektual boleh berpendapat sebagai kompromis terhadap partai. Motto Mao saat itu, "Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing". Ironisnya, kebijakan itu berujung pada sekitar 700.000 kaum intelektual ditangkap lalu menjalani kerja paksa.

"Kita ingat peristiwa Tiongkok di awal revolusi kebudayaan. Mao Zedong mengatakan biarkan 1.000 kembang mekar, maksudnya biarkan 1.000 orang berpikir berbeda, karena itu dia butuhkan untuk pemetaan politik, kemudian dia pangkas semua kembang itu," jelas Rocky.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan