Kemendikbud Luncurkan Kampus Mengajar, Pengamat : Anggaran Besar Tidak Sesuai dengan Hasil

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Program Kampus Mengajar merupakan bagian dari Kampus Merdeka, yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), dalam membantu proses belajar siswa sekolah dasar yang terhambat selama pandemi Covid-19.

Program ini juga merupakan kerja sama antara Kemendikbud dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan akan diikuti oleh 15.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia. Sehingga mahasiswa yang mengikuti program Kampus Mengajar selama tiga bulan dan akan mendapat bantuan biaya hidup Rp 700 ribu per bulan dan uang kuliah tunggal (UKT) maksimal Rp 2,4 juta.

Kampus Mengajar ini bertujuan memberikan kesempatan belajar dan mengembangkan diri di luar kelas kuliah. Nantinya mahasiswa akan membantu para guru, memberikan pengajaran di sekolah SD yang berakreditasi C dan belum terakreditasi. Utamanya di daerah 3T (Terdepan, Terluar Tertinggal).

Menanggapi hal itu, pakar pendidikan Prof. Arismunandar, menilai program kampus mengajar ini tidak efektif dilaksanakan di masa pandemi saat ini. Banyak kekhawatiran yang mesti kita perhatikan.

"Kalau saat ini, program kampus mengajar yang di luncurkan Kemendikbud, tentu tidak efektif jika dilaksanakan di masa pandemi. Mengingat, angka penyebaran virus Covid-19 belum bisa kita katakan melandai, meskipun itu dilakukan di daerah 3T. Sehingga bisa jadi adanya korban dan klaster baru penyebaran virus Covid-19," tutur Prof. Aris, kepada fajar.co.id melalui via sambung telepon, Kamis, (25/2/2021).

Mantan Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) ini, menyebut program yang dikeluarkan oleh Kemendikbud selama tiga bulan dirasa tidak efisien. Lantaran waktu yang diberikan kurang berdampak bagi masyarakat dan peserta didik.

"Program yang dilakukan selama tiga bulan ini, mahasiswa memerlukan adaptasi dalam penyesuaian dan pendekatan terhadap lingkungan belajar. Dimana satu bulan pertama masih tahap penyesuaian dan bulan kedua tahap pendekatan mahasiswa dengan peserta didik. Sehingga hasil dari program ini di nilai kurang berdampak," jelas Prof. Aris

Lebih lanjut, Prof. Aris, menyebut jika Kemendikbud sungguh-sungguh dengan program ini jangan hanya tiga bulan. Paling tidak sama dengan program SM3T.

"Kalau tujuan program ini memang membantu para tenaga pendidik di daerah 3T, kenapa tidak diperuntukkan untuk jangka yang panjang. karena tidak terasa juga kalau hanya tiga bulan, itu tidak akan banyak membantu," tambahnya.

Sementara, anggaran juga pasti sudah disiapkan dan nominalnya pun tidak kecil. Perlu banyak anggaran harus disiapkan, mulai tunjangan Rp 700 per bulan dan UKT Rp 2,4 sebanyak 15.000 mahasiswa, belum lagi biaya persiapan lainnya.

"Tentunya, dengan anggaran yang cukup besar, dinilai tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Lebih baik anggaran tersebut di prioritaskan ke hal yang lebih mesti kita prioritaskan saat ini. Salah satunya pembenahan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), di daerah yang belum tersalurkan sama sekali. Sehingga aksesibilitas terhadap informasi teknologi sama dengan yang dapat di daerah lainnya," harapnya.

Guru Besar Pendidikan UNM ini, mengatakan, masih banyak yang mesti diperhatikan dalam program ini. Seperti waktu yang terbatas, kompetensi mahasiswa belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan sekolah. Kemudian masa pandemi dan anggaran yang cukup besar. Ini yang menjadi catatan penting kita dalam program ini. (MG1/Fajar).

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan