FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Indonesia menjadi satu dari tujuh negara di dunia yang masih menggunakan BBM RON 88 atau yang dikenal dengan Premium. Enam negara lainnya adalah Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, dan Uzbekistan.
Diketahui penggunaan energi fosil (khususnya BBM) terutama dengan oktan rendah menjadi salah satu penyumbang utama polusi udara.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK), Dasrul Chaniago dalam Webinar KBR danYLKI dengan tema 'Diskusi Publik Penggunaan BBM Ramah Lingkungan', Kamis (18/3/2021).
Untuk itu, pihaknya berharap masyarakat tak lagi menggunakan BBM dengan tingkat emisi karbon tinggi. BBM yang menghasilkan emisi karbon tinggi diantaranya RON 88 (premium) dan RON 90 (pertalite) masih yang tertinggi penggunaannya.
“Tugas emisi ini ada di KLHK, ketika emisi ini diperketat maka teknologi upgrade. Nah ini tugasnya perindustrian dan sektor otomotif tentunya,” kata Dasrul Chaniago.
Kendala yang dihadapi di Indonesia saat ini, kata Dasrul adalah aturan pemaksaan bagi industri otomotif dan konsumen menggunakan BBM ramah lingkungan belum tegas. Hal inilah yang ia sebut perlu adanya sinergitas bersama.
Dasrul Chaniago menambahkan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang program Langit Biru atau pentingnya penggunaan BBM ramah lingkungan tidak mudah.
“Jangankan mengedukasi masyarakat tingkat ekonomi rata-rata, masyarakat yang tingkat eknominya tinggi saja masih isi Alphard dengan Premium. Apa nggak malu ya,” papar Dasrul Chaniago.
Ekonom senior Indonesia, Faisal Basri menyebutkan selama ini industri otomotif sebenarnya sudah siap dengan penerapan BBM ramah lingkungan (berstandar Euro 2) untuk kendaraan yang diproduksi.
Yang jadi masalah menurutnya adalah pemerintah tak bisa melihat momen untuk menghapus premium. Salah satunya, saat harga minyak bumi turun di pertengahan tahun 2020 kemarin.
"Kemarin April itukan harga minyak sudah turun, harusnya itu jadi momen untuk menerapkan aturan penghapusan premium. Saat itu BBM RON 92 (pertamax) kalau dijual sudah seharga premium," sebutnya.
Untuk konsumen, Faisal menyebut dengan sendirinya akan menyesuaikan jika pemerintah menerapkan kebijakan penghapusan premium. Terlebih keberadaan premium dengan harga murah, masih menjadi buruan konsumen.
VP Sales Support PT. Pertamina, Deny Djukardi W menjelaskan pihaknya melalui beberapa program terus mendukung penggunaan BBM ramah lingkungan, termasuk program Langit Biru.
"Melalui kerjasama dengan pemerintah daerah, komunitas otomotif dan lainnya, kita bisa lihat dii daerah yang jadi lokasi pelaksanaan program penggunaan premium sudah berkurang," jelasnya.
Pertamina kata Denny, telah melakukan beberapa kali evaluasi harga BBM ramah lingkungan seperti pertalite dan pertamax. Evaluasi ini bertujuan untuk menentukan harga yang sesuai bagi masyarakat bisa menerima BBM ramah lingkungan.
Khusus keberadaan BBM bersubsidi, premium dan solar. Denny menyebutkan pihaknya masih mendapat penugasan dari pemerintah untuk penyalurannya. Program BBM Bersubsidi, katanya bertujuan untuk menghadirkan keadilan di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mendorong pemerintah untuk segera mengimplementasikan Program Langit Biru dan mereduksi gas karbon sebagaimana janji Presiden Jokowi pada Protokol Paris 2015 silam.
Untuk merealisasikannya, Tulus mendesak agar penggunaan jenis BBM ramah lingkungan (berstandar Euro 2) menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi saat ini sektor transportasi darat di Indonesia tercatat sebagai penyumbang 75 persen polusi udara yang terjadi.
"Program Langit Biru digulirkan sejak 25 tahun silam. Sayangnya masih sulit terealisasi, untuk itu diperlukan visi yang sama untuk secara konsisten mewujudkan dan menggunakan BBM ramah lingkungan," tegasnya.
YLKI berharap pemerintah baik KLHK dan Pertamina untuk lebih massif mengkampanyekan penggunaan BBM ramah lingkungan di seluruh Indonesia.
"Kalau memang untuk lingkungan hidup dan kepentingan konsumen, pendekatannya menyeluruh, jangan cuma limbah kendaraan tapi deforestrasi hutan, mendorong penggunaan energi non fossil," tutup Tulus.(msn/fajar)