Setidaknya ada 1,3 juta keluarga penerima manfaat yang berpotensi dirugikan secara langsung akibat korupsi tersebut. Dia menilai, dampak signifikan itu pada dasarnya telah disadari penuh oleh para pelaku.
Hal itu dapat dibuktikan tatkala dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2020. Aturan itu menegaskan adanya urgensi pemberian bansos untuk menjamin stabilitas ekonomi masyarakat yang terancam resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Kurnia tak memungkiri, problematika korupsi bansos ini sekaligus menjadi pengingat bahwa praktik korupsi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Penting ditekankan, di tengah situasi pandemi, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar warga yang dibatasi aktivitasnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurutnya, korupsi yang dilakukan terhadap kewajiban negara tersebut telah melanggar hak warga mendapatkan jaminan sosial. Hal itu terterasecara terang benderang dalam Pasal 28 H dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta Pasal 41 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
“Maka dari itu, KPK didesak untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan memberikan tuntutan yang setimpal hingga adanya putusan yang memberikan efek jera. Namun, dengan adanya kerugian luar biasa yang dialami masyarakat, khususnya dalam situasi kedaruratan pandemi seperti saat ini, upaya penghukuman saja tidak cukup. Perlu ada upaya khusus untuk dapat memulihkan kembali hak-hak masyarakat yang dirugikan,” tegas Kurnia.