FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi Agama DPR RI Bukhori Yusuf angkat bicara terkait keinginan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang menghendaki setiap agenda Kementerian Agama (Kemenag) tidak hanya dimulai dengan pembacaan doa secara Islam, tetapi juga doa dalam agama lain perlu memperoleh kesempatan yang sama. Politisi PKS ini mempertanyakan logika Menteri Agama tersebut.
“Apa yang salah jika dalam komunitas keagamaan yang majemuk, kemudian pemeluk agama mayoritas yang memimpin doa?,” ungkap Bukhori.
Anggota Baleg ini menilai, ritual doa adalah praktik peribadatan yang terkait dengan keyakinan dan sudah memiliki aturannya masing-masing.
Menurutnya, apabila praktik ritual tersebut dicampuradukan dengan keyakinan lain, atas dasar logika toleransi yang keliru, maka akan menyalahi ajaran yang telah termaktub dalam masing-masing agama.
“Kita perlu kembali mendudukan makna toleransi secara utuh dan lurus sebagaimana diajarkan Alquran dan Sunnah. Islam secara an sich adalah agama yang toleran, sementara toleransi dalam Islam berlaku dalam hal muamalah (relasi sosial), bukan dalam hal akidah maupun ibadah. Maka, tidak boleh seorang muslim mengikuti tata ibadah agama lain,” tegasnya.
Lebih lanjut, Politisi PKS ini mengimbau Menteri Agama untuk mendiskusikan usulan itu lebih dulu bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi munculnya sentimen masyarakat terhadap Kementerian Agama mengingat persoalan agama adalah perkara sensitif bagi sebagian kalangan umat beragama.