FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Uji praklinik Vaksin Nusantara menimbulkan pro dan kontra. Respons antibodinya dinilai tidak konsisten dengan pemberian dosis. Hal itu terlihat dari pengukuran antibodi Immunoglobulin G (IgG) pada studi praklinik.
Ada sejumlah perhatian terhadap keamanan Vaksin Nusantara. Di antaranya kemampuan vaksin membentuk antibodi, dan pembuktian mutu produk vaksin dendritik yang belum memadai.
“Data menunjukkan respons antibodi yang dihasilkan tidak konsisten dengan dosis vaksin dendritik yang diberikan. Kemudian, respons antibodi IgG terlihat meningkat hanya pada kelompok hewan yang diberikan kombinasi vaksin dendritik dengan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMCSF),” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito di Jakarta, Rabu (14/4).
Menurutnya, hal tersebut menimbulkan asumsi peningkatan antibodi pada kelompok hewan bukan karena vaksin dendritik. Tetapi karena pemberian GMCSF. Namun, itu belum dapat dipastikan. Sebab, dalam studi praklinik tidak ada pembandingan dengan GMCSF.
Untuk memastikan respons antibodi, BPOM menyarankan penelitian Vaksin Nusantara dikembangkan pada uji praklinik lebih dahulu. Meski tim peneliti telah melakukan uji klinik fase 1.
“Sarannya penelitian ini dikembangkan di praklinik, sebelum masuk ke uji klinik. Tujuannya untuk mendapatkan basic concept yang jelas. Sehingga pada uji klinik di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti,” papar Penny.
Selain itu, penelitian praklinik Vaksin Nusantara disaranan dilakukan pendampingan oleh kementerian. Menurutnya, ini sesuai dengan hasil kesepakatan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI pada 10 Maret 2021 lalu.