FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada 30 Maret lalu. Adapun penerbitan ini dilakukan karena dunia pendidikan Indonesia memerlukan standar nasional untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan.
Lahirnya PP ini secara adalah untuk merevisi kebijakan sebelumnya, yakni PP Nomor 32 Tahun 2013 dan PP Nomor 19 Tahun 2005. Mengingat perlu adanya pembaruan dan konstekstualisasi atas aturan baru yang menyesuaikan perkembangan kebijakan pendidikan Kemendikbud selama ini.
Akan tetapi terdapat persoalan dalam PP SNP itu, yakni hilangnya mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia. Mengenai itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyayangkan hal tersebut.
“Namun, yang sangat disayangkan adalah dalam Pasal 40 (angka 3) tidak lagi memuat Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib khususnya di Perguruan Tinggi,” ungkap dia kepada JawaPos.com, Kamis (15/4).
Jika merujuk pada Pasal 35 di UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dikatakan dengan jelas bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
Namun, dalam PP SNP baru ini sama sekali tak terlihat mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia. Padahal PP SNP ini juga merujuk kepada UU Pendidikan Tinggi, akan tetapi isinya sendiri bertentangan dengan kebijakan tersebut. “Kami menduga, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia ini merupakan kesalahan tim penyusun baik secara prosedural, formal, maupun substansial”, imbuhnya.