FAJAR.CO.ID, JAKARTA — KRI Nanggala 402 bergabung dengan TNI-AL sejak 1981. Salah satu jejak sejarahnya pernah membuat gentar Australia dan Filipina antara tahun 1998-2000.
KRI Nanggala pernah menjalankan misi intelijen di Timor Timur untuk melacak pergerakan pasukan Interfet (International Force for East Timor), Agustus-Oktober 1999.
Juga dikirim ke perbatasan Filipina untuk melacak jaringan penyelundupan senjata dalam konflik di Ambon dan Poso, 1998-2000.
Laksamana Muda (Purn) Frans Wuwung menyebut kehadiran KRI Nanggala 402 bersama KRI Cakra 401 di perairan Timor Timur kala itu membuat Australia mengurungkan niatnya untuk bertindak macam-macam terhadap RI.
Pasca-jajak pendapat, Australia memimpin pasukan Interfet di bawah bendera PBB.
“Äda banyak kekuatan waktu itu yang mau masuk selain Australia. Tapi kemudian mereka ragu karena ada Nanggala di sana,” kata pria yang pernah menjadi Direktur Intelijen Angkatan Laut.
“Itu namanya efek deterrent,” kata Frans Wuwung.
Khusus operasi intelijen ke perbatasan Filipina, kata Frans Wuwung, dilakukan untuk mengkonfirmasi informasi yang menyebutkan ada pasokan senjata dari Jenderal Ramos dalam konflik di Ambon dan Poso.
“Yang paling seru itu, ini banyak orang tidak tahu, kita pernah melaksanakan kegiatan intelijen ke perbatasan Filipina. Saya kebetulan ada di situ,” jelasnya.
“Itu kan kita dapat informasi dalam konflik Ambon dan Poso ada pasokan senjata dari Jenderal (Fidel) Ramos,” kata Frans Wuwung yang pernah menjadi Kepala Kamar Mesin Nanggala 402.