FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menilai asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) mengada-ada. Asesmen TWK dinilai menjadi alat cuci tangan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan penyidik senior Novel Baswedan dan rekan-rekannya.
“Jadi menurut saya, ini hanya cuci tangan dari Firli Bahuri ketika ingin memecat Novel dan kawan-kawan, agar beban politiknya di mata publik tidak terlalu berat gitu,” kata Zaenur dalam keterangannya, Kamis (6/5).
Zaenur menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN tidak disebutkan adanya TWK sebagai syarat peralihan status pegawai menjadi ASN. Menurutnya, asesmen TWK hanya tercantum dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.
“Memang nasibnya 75 pegawai KPK berada di tangan Firli Bahuri ya. Kenapa? Karena memang sejak awal mengada-ada dengan membuat tes wawasan kebangsaan melalui Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021,” cetus Zaenur.
Pelaksanaan asesmen TWK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dia memandang, seharusnya tidak perlu melibatkan lembaga lain. Dia menyebut, pelibatan BKN dalam proses peralihan status pegawai KPK hanya sekadar melempar bola panas.
“Karena mungkin dari sisi politik resikonya terlalu tinggi di mata publik, sehingga Firli perlu membagi beban itu yang seakan-akan minta saran kepada Kemenpan RB dan BKN,” ungkap Zaenur.