Istikamah Menjaga Rahasia

  • Bagikan

Pertanyaan:
Bolehkah membocorkan rahasia yang menyimpan aib pribadi seseorang karena telah menyakiti kita?
(Haris-Makasar)

Jawaban:
Pada dasarnya, rahasia diketahui untuk dijaga. Beratnya menjaga rahasia karena sering diadang situasi yang mengarahkan kita mengungkapkannya. Butuh keteguhan hati untuk menjaganya. Jika dibandingkan dengan menjaga amanah harta, rahasia jauh lebih berat. Jika tidak bisa amanah, lebih baik jangan mendengarnya. Hal itu jauh lebih baik daripada terbebani.

Kita sering menyaksikan orang bersahabat hingga seolah tak ada lagi yang tersembunyikan di antara keduanya karena saling percaya. Hingga suatu ketika mereka berselisih atau beda kepentingan, rahasia menjadi semacam "amunisi" untuk menyerang sahabatnya. Pasangan suami-istri juga demikian. Saling umbar aib. Sikap amanah pun tergadaikan.

Jika menjaga rahasia adalah sebuah kewajiban, maka mengumbarnya pun pasti terlarang. Sebab, akan berbuntut buruk ke pemilik rahasia. Pengumbar rahasia telah “menelanjangi” pemilik rahasia. Karena itu, jaga rahasia dan jangan mudah mengumbarnya kecuali pada orang yang amanah.

Salah satu pesan Ali ibn Abi Thalib radhiallahu anhu menyatakan, "Rahasiamu adalah tawananmu. Jika engkau menceritakannya, niscaya engkau telah menjadi tawanan rahasiamu". Kita memulai dari diri sendiri untuk menjaga rahasia pribadi dan keluarga. Berlanjut ke orang lain yang mengetahui untuk menutupinya.

Dalam konteks ini, seorang yang beriman identik dengan kemampuan menjaga amanah dan menepati janji (QS. al-Mu’minun: 8). Dengan begitu, membocorkan rahasia sahabat adalah bentuk kemunafikan.

Adalah sosok sahabat Huzaifah ibn al-Yaman radhiallahu anhu dapat dijadikan teladan dalam menjaga rahasia. Selain cerdas dan dedikasinya, ia pandai menyimpan rahasia. Daftar nama-nama orang munafik disampaikan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam hanya kepadanya.

Ia dipercaya memonitor tindak-tanduk orang-orang munafik tersebut agar kaum muslimin terhindar dari perbuatan buruk mereka. Saking amanahnya menjaga rahasia, sahabat Umar ibn Khatthab radhiallahu anhu pun dikabarkan pernah mengorek rahasia titipan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu pada Huzaifah ibn al-Yaman.

Maksud Umar tiada lain hanya untuk mengecek apakah dirinya termasuk golongan munafik tersebut. Akan tetapi, Huzaifah tidak membocorkannya. Hingga kini rahasia itu tetap terjaga dan menjadi miliknya semata.

Ibrahim Muhammad al-‘Ali dalam bukunya, "Huzaifah ibn al-Yaman Amin Sirr Rasulillah", menginformasikan karakteristik dan sejumlah riwayat terpercaya tentang keistimewaan Huzaifah ibn al-Yaman. Rahasia yang terjaga itu menjadikannya rujukan utama jenazah yang pantas disalatkan, karena tidak mungkin ia mensalatkan orang munafik.

Jika ada orang yang meninggal sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kebanyakan sahabat memerhatikan apakah salatnya dihadiri Huzaifah atau tidak (h. 267). Jika ia hadir, maka ia pun turut mensalatkannya.

Contoh lain menjaga rahasia ditunjukkan sahabat Abu Bakar radhiallahu anhu. Ketika itu, Umar ibn Khatthab mendatanginya menawarkan putrinya, Hafsah, untuk diperistri Abu Bakar. Sahabat ini hanya diam tidak memberikan respons, sehingga ia kecewa dan marah dengan sikap diamnya.

Selanjutnya, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah meminang Hafsah sebagai istrinya, barulah Abu Bakar menceritakan rahasia yang diketahuinya bahwa sikap diam dan penolakannya dilatari keinginan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperistri Hafsah yang suaminya gugur di Perang Badar.

Suatu saat, Aisyah juga pernah penasaran menanyakan apa yang dibisikkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada putrinya (Fatimah) yang terlihat tersenyum bahagia kemudian menangis terharu. Fatimah baru merespons sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa kala itu Beliau mengisyaratkan sisa hidupnya yang tidak lama lagi.

Dalam situasi tertentu dan demi kemaslahatan, rahasia seseorang bisa saja dibuka. Sebagai contoh, seseorang yang semasa hidupnya senang berbuat baik semisal sedekah, tetapi dirahasiakan ke banyak orang, hanya orang tertentu. Dalam situasi itu, membuka rahasia kebaikan, dibolehkan karena mengandung maslahat buat orang banyak.

Sikap buruk tidak elok direspons dengan membongkar rahasianya. Istiqamahlah menjaga rahasia! (*)

Syahrullah Iskandar, Depok, 5 Mei 2021

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan