FAJAR.CO.ID -- Sejak Maret hingga April 2021, sebanyak 1.349 pegawai KPK mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan untuk pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Tes wawasan kebangsaan tersebut baru muncul setelah KPK mengesahkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Namun, pelaksanaan tes tersebut diwarnai pertanyaan yang seksis dan melecehkan, mengandung bias SARA, serta diskriminatif. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut antara lain seperti: "Kenapa kamu belum menikah?", "Mau tidak jadi istri kedua saya?", "Kalau pacaran ngapain saja?", "Kamu masih ada hasrat seksual atau tidak?", "Kenapa kamu belum punya pacar?”, “Apa tidak punya teman laki-laki?" dan "Islam kamu Islam apa?"
AJI menilai pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak layak, mengganggu privasi dan tidak terkait dengan tugas yang diemban oleh pegawai KPK. Hal ini juga melanggar Pasal 28D ayat (2) UUD yang menekankan bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Munculnya tes wawasan kebangsaan tersebut adalah rentetan bentuk pelemahan terhadap KPK yang terjadi sejak Novel Baswedan disiram air keras, propaganda tak berdasar yang disebar buzzer ada “Taliban” di KPK”, pengesahan revisi UU KPK, terpilihnya Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, hingga Mahkamah Konstitusi menolak uji formil revisi UU KPK.
AJI sebagai salah satu organisasi pers di Indonesia yang memiliki misi terlibat dalam pemberantasan korupsi menyatakan: