FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pemerintah mewacanakan mengeluarkan dua jenis barang dan 11 jenis jasa dari daftar bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, dua barang dan 11 jenis jasa pelayanan tersebut akan dikenakan PPN. Diantaranya produk sembako dan jasa pendidikan.
Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka B Kady menilai kebijakan ini akan sangat beresiko jika benar diterapkan di masa krisis wabah dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Rencana ini tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) .
Pengenaan pajak diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU Nomor 6 yang didapat. PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan dalam draft baru, Pemerintah berencana memasukkan sembako masuk barang yang terkena PPN.
Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Rancangan Undang-Undang KUP (RUU KUP) itu akhirnya jadi polemik di tengah masyarakat. Hamka menyatakan bahwa Banggar DPR RI belum menerima draf RUU KUP dimaksud.
Politisi Golkar dari Dapil I Sulawesi Selatan itu meminta pemerintah menunda rencana menarik PPN dari objek ini, bahan pokok dan pendidikan.
Dokumen yang masih bersifat draf itu harus dibahas dan mendapatkan persetujuan DPR. Selama belum mendapat persetujuan DPR, draf tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat.