FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Krisis kesehatan akibat mewabahnya virus Covid-19 diikuti dengan krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia tak menyurutkan langkah dan ikhtiar pengusaha sukses asal Sulawesi Selatan ini terus bertahan menghalau badai.
Walau sempat oleng, namun karena kegigihannya, pria kelahiran Bone 27 April 1968 tersebut perlahan bangkit bahkan kini telah melesat.
Di saat banyak pengusaha yang gulung tikar dan melakukan perampingan tenaga kerja, ia tak melakukannya. Pada sebuah kesempatan ia tegas mengatakan, 'cita-cita aku ingin anda kaya semua. Kebahagiaanku adalah kebahagiaan anda semua'.
Ialah Andi Amran Sulaiman (AAS). Bersahaja, murah senyum dan ulet. Ia punya komitmen, sekencang-kencangnya badai krisis menerpa, pantang baginya mem-PHK karyawan.
Puluhan sektor bisnis di bawah naungan Tiran Group yang digelutinya mulai bergerak dan stabil kembali. Bahkan Menteri Pertanian era Jokowi-Jusuf Kalla itu justru terus menambah jumlah pekerja bersamaan dengan produksi yang terus meningkat.
"Kita tidak ada PHK sama sekali, tetap dengan ribuan pekerja. Bahkan kita buka lagi untuk terus merekrut anak bangsa yang punya potensi," beber Amran Sulaiman di AAS Building, Kota Makassar, Kamis (17/6/2021).
Salah satu sektor bisnisnya adalah gula. CEO Tiran Group itu terus menggenjot produksi gula. Satu tahun terakhir ia telah memaksimalkan produksinya hingga mencapai 200.000 ton.
Hal ini dilakukan agar kestabilan harga tetap terjaga dan tidak menciptakan kesulitan di tengah masyarakat, mengingat gula menjadi salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan.
"Kita perkuat sektor yang bisa memberikan dampak produksi yang besar. Terutama yang bisa membantu masyarakat, seperti gula. Ini harus kita perkuat agar menahan harga supaya tidak melonjak," ujar Andi Amran Sulaiman.
Ia mengklaim, Sulawesi Selatan menjadi satu-satunya pengontrol harga gula untuk kawasan Indonesia Timur. Untuk itu, sebagai penopang terbesar produksi gula upaya dalam meningkatkan hasil produksi adalah sebuah keharusan.
"Kita terus produksi 100.000 sampai 200.000 ton dan itu nilainya triliunan. Ini pabrik gula pertama dan terbesar yang dibangun oleh pribumi," ungkapnya.
Selain itu, sektor bisnis lain yang digelutinya seperti nikel, peternakan, semen, SPBU, dan kelapa sawit juga terus dikembangkan.
Amran Sulaiman mengungkapkan, potensi nikel terbesar dunia itu ada di wilayah Sulawesi dan Maluku. Komoditas mineral ini, kata dia, memiliki peran strategis dalam pengembangan mobil listrik dan juga energi terbarukan.
Dewasa ini dunia sepakat untuk konsen di nikel. Batu bara dan minyak bumi kini sudah mulai berkurang, karena nikel saat ini memiliki kandungan litium yang dapat menyimpan sebuah energi baterai listrik. Tentu ini mampu memberikan efek ke depan untuk seluruh dunia khususnya Indonesia.
Kedepan, kata Amran, dalam mengelola nikel tidak hanya sebatas bahan mentah tapi nikel harus menjadi bahan siap pakai atau bahan baku, sehingga harganya jauh lebih tinggi, dan Sulsel memiliki peluang sebagai penghasil nikel terbesar di Indonesia.
Ia juga menuturkan selama ini pengelolaan nikel, hanya sebatas bahan mentah, sehingga pemerintah harus bersinergi dari hulu ke hilir.
"Bangsa ini harus menjadi pusat ekonomi dunia yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Semua dikerjakan dan dinikmati oleh kita anak bangsa,” tandasnya. (endra/fajar)