Kekurangan Kayu untuk Industri Pinisi Ancam Hutan Kawasan Adat

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Industri perahu di Bulukumba mengalami kesulitan bahan baku, bukan hanya pada masa pandemi. Beberapa tahun terakhir, pinisi yang merupakan produk budaya Bugis tersebut sulit memperoleh bahan baku utama Kayu Bitti (Vitex Cofasus).

Pesanan kapal pinisi bertambah, tetapi pembuat kapal kini makin sulit mendapatkan bahan baku utama kayu bitti. Daerah Bulukumba, Sinjai dan Gowa menjadi basis Kayu Bitti. Tetapi puluhan tahun menjadi bahan utama pinisi, Bitti sudah sangat berkurang, kecuali di hutan adat Kajang yang masih terjaga.

Direktur JURnaL Celebes, Mustam Arif, menilai kekurangan kayu Bitti ini ke depan merupakan ancaman bagi kawasan hutan adat, ketika kebutuhan masing-masing pihak terdesak.

Sebagai produk kebudayaan dari peradaban bahari Bugis, ia mengharapkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan perlu memikirkan keberlanjutan perahu pinisi berbahan baku kayu.

‘’Jangan sampai suatu ketika, pinisi terpaksa dibuat dari fiber glass. Lalu apa perbedaannya dengan industri kapal fiber tersebar di seluruh dunia. Pinisi menjadi produk kultural bernilai tinggi, tersohor di dunia bahari, menjelajahi berbagai samudera, dengan teknologi tradisional berbasis kearifan lokal, sebelum kapal modern didukung teknologi canggih,’’ kata Mustam, Sabtu, (19/6/2021).

Ia mengharapkan Pemerintah Sulawesi Selatan mengambil langkah untuk
keberlanjutan industri perahu pinisi. Pasalnya, kata dia, industri pinisi tidak boleh tergantung pada ketersediaan kayu bitti di hutan alam yang akan habis.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan