Kini Angkat Senjata, Pertahanan Sipil Rakyat Myanmar Masih Berjuang Melawan Kudeta

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID -- Pemberitaan tentang kudeta junta militer Myanmar mulai mereda. Tapi, tidak dengan semangat rakyatnya. Mereka masih berjuang untuk bebas dari tirani penguasa.

"Sebelum kudeta, saya bahkan tidak tega membunuh binatang.’’ Andrew, bukan nama sebenarnya, mengatakannya sambil mengingat masa lalunya. Kini, pemuda 27 tahun asal Kayah, Myanmar, itu berbeda. Sejak kudeta militer 1 Februari lalu, Andrew memilih untuk melawan.

Awalnya, dia hanya ikut aksi turun ke jalan. Namun, sekitar dua bulan lalu, Andrew memutuskan untuk berlatih senapan berburu. Dia memilih angkat senjata setelah melihat polisi dan militer Myanmar membunuh penduduk dengan tangan dingin. Lebih dari 860 penduduk tewas di tangan junta militer dan sekitar 6 ribu lainnya ditangkap.

Andrew bukan satu-satunya. Kini kian banyak yang memilih untuk melawan dengan cara yang sama. Mereka berlatih kepada para pemberontak yang berada di wilayah perbatasan dengan Thailand. Mayoritas memilih menyembunyikan identitasnya guna melindungi keluarganya. Chinland Defence Force (CDF) adalah salah satu yang membantu penduduk berlatih melawan militer Myanmar.

Sebagian lainnya, seperti Andrew, memilih bergabung dengan pasukan pertahanan sipil yang tersebar di beberapa kota sejak akhir Maret. Mereka adalah penduduk lokal yang memilih melawan bukan karena ingin merdeka seperti para pemberontak, tapi ingin bebas dari kekangan militer.

Salai Vakok, salah satu tentara perlawanan, sempat berharap agar ada pihak di luar negaranya yang membantu melawan junta militer. Sayangnya, harapannya bertepuk sebelah tangan. Pria yang dulu merupakan pekerja di lembaga pengembangan masyarakat tersebut kini ikut melawan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan