Kini Angkat Senjata, Pertahanan Sipil Rakyat Myanmar Masih Berjuang Melawan Kudeta

  • Bagikan

Junta militer juga menyerang dengan senjata militer berat. Akhir Mei lalu sebuah artileri ditembakkan ke gereja Katolik yang dipakai sebagai selter 300 orang penduduk. Sebanyak 4 penduduk tewas.

Selain itu, junta militer menghalangi akses masuk bantuan kemanusiaan berupa obat, makanan, dan barang lain ke penduduk. Relawan yang membagikan bantuan ditembak mati. Termasuk, penduduk yang keluar dari hutan untuk mengambil bantuan beras dan barang-barang lainnya.

"Myanmar saat ini seperti rumah jagal. Orang dibunuh setiap hari seperti hewan,’’ujar Gue Gue. Dia adalah dokter yang bergabung dengan perlawanan bawah tanah di Yangon.

Pria 29 tahun tersebut menegaskan, rakyat hanya punya dua pilihan, tunduk atau melawan. Bagi dia, perlawanan dengan hanya salam tiga jari seperti di awal aksi tidak akan membuahkan hasil. Karena itulah, mereka memilih angkat senjata. ’’Itu karena kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan dengan cara damai,’’ tegasnya.

Para pekerja media juga ikut melawan lewat tulisan-tulisannya. Nasib mereka pun sama. Tidak peduli jurnalis lokal ataupun internasional. Danny Fenster adalah salah satunya. Redaktur pelaksana di Frontier Myanmar itu ditahan saat akan pulang ke negara asalnya, AS, pada 24 Mei lalu. Dia mendekam di penjara Insein.

Kamis (17/6) Fenster diadili di pengadilan khusus Yangon. Dia didakwa karena menerbitkan atau mengedarkan pernyataan yang menimbulkan ketakutan, berita palsu, dan atau menghasut pegawai pemerintah. Ancaman hukumannya 3 tahun penjara. Pasal 505a KUHP di Myanmar tersebut kini dipakai untuk menjerat puluhan pekerja media. (jpg)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan