FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Maraknya kasus ITE bisa disimak dari perbandingan angka ini. Pada 2013 terdapat dua puluh lima perkara, lantas tujuh tahun berikutnya menjadi lebih dari tujuh ratusan perkara pada 2020.
Koordinator Paku ITE, Muhammad Arsyad mengatakan, Jumlah kasus itu tidak bisa dianggap sekadar angka. Beban yang disandang warga yang berperkara dengan UU ITE lebih dari sekadar menjalani kasus hukum biasa.
"Kasus seperti ini tidak bisa kita biarkan. Diskusi di ruang publik bahkan dengan pejabat pemerintah telah kita lakukan. Harus ada ruang kritis agar tak ada lagi korban pasal karet," katanya.
Arsyad juga menjelaskan, pihaknya juga akan segera meluncurkan sebuah buku. Sekalipun buku ini ditulis dan dituturkan oleh warga yang terjerat pasal-pasal bermasalah UU ITE, tetapi mereka sesungguhnya bukan korban. Mereka adalah penyintas. Mereka sesungguhnya adalah pemenang kehidupan.
"Peluncuran buku korban UU ITE dan diskusi revisi UU ITE akan digelar pada Rabu 23 Juni 2021. Kita mulai pada pukul 14.00-16.00 WIB," katanya.
Kata Arsyad, beberapa penanggap buku akan dihadirkan pada peluncuran tersebut. Seperti Choirul Anam - Komisioner Komnas HAM, Poengky Indarti - Komisioner Kompolnas, Taufik Basari - Anggota Komisi III DPR, dan Wahyu Dhyatmika - Pimred Majalah Tempo.
"Saya sendiri rencana akan membuka pelucuran buku. Insyaallah bersama dengan Damar Juniarto selaku Direktur Eksekutif SAFEnet, dan Direktur Eksekutif PPMN, Eni Mulia," ucap Arsyad.
Ada juga ucapan atau testimoni perwakilan korban UU ITE - PAKU ITE. Meliputi Wadji - Dosen, Baiq Nuril Maknun - Karyawan, Vivi Nathalia - Wiraswasta, dan Diananta Putra Sumedi - Jurnalis. (ardi/fajar)