Pecah Proyek Jadi Siasat di DPRD Makassar, Item Diperbanyak agar Bisa Penunjukan Langsung

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR --Alokasi besar untuk DPRD Makassar terus terkuak. Terbaru, anggaran renovasi bangunan/gedung.

Setelah anggaran makan dan minum rapat sebesar Rp22,648 miliar, muncul lagi biaya pemeliharaan Kantor DPRD Makassar, pos jaga, taman, dan renovasi rumah negara.

Penelusuran pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), tercatat ada 20 paket pemeliharaan gedung. Total anggarannya mencapai Rp1,337 miliar.

Semuanya dikerjakan dengan pengadaan langsung (PL) alias tidak melalui tender. PL ini mengungkinkan karena dalam proyek yang sama, anggarannya dipecah menjadi beberapa item, sehingga nilai per item tak melampaui Rp200 juta.

Nilai proyek bervariasi. Mulai Rp20 juta hingga Rp102 juta. Sejauh ini, pihak Sekretariat dan anggota DPRD Makassar belum membeberkan ihwal pemecahan proyek yang sejatinya bisa ditenderkan ini.

Peneliti senior Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Herman mengatakan pihak DPRD Makassar harus menjelaskan alokasi dana itu. Jangan sampai hanya siasat untuk menghindari tender agar bisa membaginya melalui penunjukan langsung.

Idealnya, dana untuk bangunan tersebut bisa dipending atau dialihkan ke sektor yang sangat urgen dan substantif. Misalnya, dana itu akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19.

Apalagi, sejak tahun lalu, banyak warga yang mengalami masalah ekonomi karena pandemi Covid-19. Untuk bisa meringankan beban mereka, harus mendapatkan intervensi. Ssalah satunya dengan pengalihan dana tak penting di DPRD Makassar untuk mereka.

"Harus mendapat perhatian khusus ini. DPRD ini harus menjadi contoh penghematan untuk penanganan pandemi," kata Herman, Selasa, 22 Juni.

Herman menuturkan banyak orang yang sebelum pandemi tergolong ekonomi mampu, sehingga tidak terdata untuk mendapat bantuan Covid-19. Namun, seiring waktu, mereka juga akhirnya terdampak. Kondisi ekonomi mereka berubah, lantas menjadi miskin.

"Ingat, di Makassar ini banyak warga yang bekerja di sektor jasa, sehingga sangat terdampak dengan pandemi. Mereka lolos dari perhatian pemerintah, mereka itu butuh bantuan," beber eks aktivis HMI (MPO) Cabang Makassar itu.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Edy Kurniawan menyampaikan alokasi anggaran di Sekretariat DPRD Makassar harus dipantau. Pasalnya banyak yang bernilai besar, namun tidak dilengkapi dengan penjelasan detail.

"Apakah anggaran tersebut sudah diperhitungkan dengan baik? Jika ada yang masih bisa dialihkan ke penangan pandemi, itu harus yang jadi perhatian khusus," sarannya.

Edy menuturkan, pihak DPRD Makassar harus peka terhadap kondisi keuangan daerah yang karut marut untuk penanganan Covid-19. Semua anggaran yang tidak terlalu mendesak harus diarahkan ke penangan virus korona.

"DPRD harus peka terhadap kondisi masyarakat. Kan anggarannya belum semua dipakai makanya masih bisa direlokasi," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Plt Sekretaris DPRD Makassar Harun Rani tidak memberi respons atas alokasi dana perawatan Kantor DPRD Makassar tersebut. Telepon dan pesan WhatsApp pun tidak ditanggapi, hingga berita ini diturunkan. (edo)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan