Dia menilai, hal itu diperlukan untuk menunjang kekuatan pondasi perekonomian Indonesia ke depan. Sebabnya, menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2019 saja terdapat sekitar 64 juta unit usaha mikro termasuk ultra mikro di dalamnya.
Jumlah itu setara 98% lebih dari total unit usaha nasional. Dari jumlah itu baru setengahnya yang tersentuh lembaga keuangan formal. Sisanya masih mengandalkan jasa rentenir atau bantuan keluarga untuk meningkatkan daya usaha.
Dia mengatakan, dengan resmi hadirnya holding UMi, potensi pertumbuhan ekonomi masyarakat di tataran bawah mudah direkam, dipetakan dan dikembangkan. Selain itu, integrasi lewat Holding UMi mempermudah mitigasi risiko.
"Diharapkan juga informasi kredit menjadi lebih terintegrasi. Ini untuk menangkap potensi pertumbuhan sekaligus mitigasi risiko," jelasnya.
Hak Istimewa Pegadaian & PNM Terjaga
Dalam kesempatan terpisah Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan mengatakan dengan hadirnya beleid itu wajar jika hak istimewa diberikan kepada Pegadaian dan PNM. Alasannya, kedua perusahaan tersebut selama ini memiliki rekam jejak bagus dalam melayani nasabah segmen UMKM dan ultra mikro.
Aji menegaskan, jangkauan serta kualitas layanan Pegadaian dan PNM terhadap pelaku usaha ultra mikro tak perlu dipertanyakan lagi. Dengan bergabungnya dua perusahaan ini bersama BRI dalam satu holding, diyakini ke depannya pemberdayaan usaha ultra mikro akan semakin optimal dan luas cakupannya.
“Kepercayaan kepada Pegadaian dan PNM itu diartikan sebagai kepercayaan jangkauan kepada usaha-usaha mikro. Selama ini memang Pegadaian dan PNM memiliki track record itu, sehingga secara keterjangkauan sudah teruji. Pemerintah pun menjamin akan ikut andil di dalam pengawasan akuntabilitas dan transparansi arus transaksi usaha-usaha mikro. Ini merupakan hal positif yang harus disambut baik,” ujar Aji.