FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Permasalahan Anak Jalanan (Anjal) serta Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kota Makassar belum bisa diatasi. Masih sering dijumpai.
Salah satu modusnya adalah peminta sumbangan tetapi fiktif. Hasilnya digunakan untuk pribadi. Anjal dan Gepeng sering memanfaatkan momen tertentu meminta sumbangan dengan dalih korban bencana atau sumbangan masjid.
Dinas Sosial (Dissos) Makassar berhasil menjaring 115 anjal dan gepeng sepanjang 2021. 30 di antaranya merupakan pelaku peminta sumbangan fiktif.
Plt Kepala Dinas Sosial Kota Makassar Asvira Anwar mengatakan sisanya merupakan anjal yang berjumlah 78 orang, sementara 7 orang merupakan pengguna lem dan obat-obatan.
"Kita amankan di sejumlah titik, ada yang di Alfamart (swalayan), flyover bahkan kita sampai dapat laporan itu masuk ke perumahan-perumahan," kata Asvira, Rabu (14/7/2021).
Dia mengatakan, sejumlah titik yang sempat ditemukan oleh Tim Reaksi Cepat Saribattang yaitu Jalan Veteran Utara dan Selatan, Sepanjang Jalan Ratulangi, Jalan Lanto Daeng Passewang, Jalan Kasuari, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Kerung-kerung, Jalan Bawakaraeng, Pettarani dan Perintis Kemerdekaan.
Menurutnya anjal dan gepeng hingga kini masih jadi persoalan yang sulit dituntaskan karena telah dijadikan sebagai mata pencaharian oleh sebagian orang.
Terlebih di masa pandemi jumlahnya kian menjamur di mana-mana. Utamanya anjal karena berdampak pada tutupnya sekolah selama masa pandemi ini.
"Itu kodong anak-anak kita yang seharusnya sekolah mereka dieksploitasi oleh oknum orang tua sampai mengemis dan cari-cari sumbangan," ujarnya.
Selain itu persoalan utama sulitnya memberantas anjal dan gepeng adalah akibat kemurahan hati masyarakat yang terus memberi mereka sumbangan.
"Apalagi anak-anak yang dipakai, empatinya orang lebih besar, dan kedua kalau anak-anak yang meminta orang pasti tidak akan bertanya lanjut toh. Bagaimana ini barang kau mau kemanakan itu uang, itu tidak," lanjut Asvira.
Persoalan lainnya adalah karena belum adanya Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) sebagai sarana pembekalan agar mereka tak lagi kembali ke jalan.
Saat ini setelah ditangkap anjal dan gepeng hanya diperingati dan dilepas kembali. Hal ini tidak efektif terbukti dari banyaknya anjal dan gepeng yang sudah kerap kali terjaring.
"Itumi yang kita perjuangkan, kita lagi tunggu petunjuk pimpinan. Kalau dia minta kita jalan," pungkasnya.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial (Rehsos) Kamil mengatakan patroli bersama oleh TRC Saribattang diklaim telah dilakukan tiap bulan. Hanya saja tahun ini penjaringan baru efektif pada April 2021 lantaran adanya penyelarasan anggaran.
"Tiap bulan kita turun, kadang juga ada laporan dari kecamatan atau kelurahan atau masyarakat lewat 112," katanya.
Dia mengakui keberadaan Liposos cukup mendesak lantaran selama ini penjaringan tak menghasilkan progres yang berarti.
"Kita juga terbatas kalau mau mengacu pada aturan, karena sesuai dengan UU atau peraturan tentang standar peraturan minimal tentang pelayanan sosial, kita melakukan hanya pada pelayanan di luar, sementara di dalam seperti di panti sosial itu kewenangan dari provinsi atau kementerian sosial," tandasnya.
Dari hasil pantauan di lapangan anjal masih kerap terlihat di sejumlah titik, beberapa sempat menyambangi warung kopi untuk meminta sumbangan.
Salah satu anak jalanan, Mawar (nama samaran) mengaku bisa mendapatkan uang hingga Rp50 ribu perhari dengan membaca ayat suci Alquran dari satu warkop ke warkop lainnya.
Dirinya yang tinggal di Jalan Abdul Muthalib Kecamatan Sungguminasa Kabupaten Gowa tersebut menempuh perjalanan dengan menggunakan sepeda.
"Naik sepedaka, biasa sampai di Tamalate naik sepeda sendirian," ujarnya.
Dia mengaku melakukan hal tersebut tanpa suruhan siapapun, orang tuanya pun tidak pernah mempersoalkan hal ini. Aktivitas tersebut diakui dilakukan tiap hari, dimulai pada pukul 12.00 Wita atau setelah sekolah daring. (ikbal/fajar)