Edy diduga telah melakukan atau turut serta dalam perbuatan menerima hadiah atau janji untuk Gubernur Sulsel non-aktif, M. Nurdin Abdullah.
Melalui dirinya, Edy menerima uang tunai sejumlah Rp2,5 miliar, atau dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Diduga uang tersebut diberikan agar NA selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, memberikan persetujuan bantuan keuangan terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
Agar dapat dikerjakan oleh perusahaan yang digunakan Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin.
Seharusnya kata M. Asri, selaku penyelenggara negara, harusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Diduga Edy juga telah menyerahkan uang sejumlah Rp2,8 miliar, kepada Gilang yang merupakan Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sulawesi Selatan, dari total Rp3,24 miliar.
Dan sisanya sebesar Rp324 juta, diambil terdakwa untuk kepentingan pribadinya.
Atas perbuatannya, Edy juga diancam dengan pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.