GA-Nose GeNose, Ide Saat Garuda Hadapi Gugatan Pailit

  • Bagikan

Ibarat kita mau makan di restoran dengan harga menu Rp 500.000. Kita harus PCR dengan biaya Rp 600.000. Betapa sakit hati si pemilik restoran. Untuk apa capai-capai bikin restoran, pendapatan terbesarnya untuk pengusaha PCR.

Saya pernah berharap banyak pada penemuan anak bangsa bernama GeNose. Yang diciptakan Prof Dr Ir Kuwat Triyana dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Yang biayanya begitu murah. Hanya Rp 15.000. Yang proses tesnya begitu cepat: 3 menit. Caranya juga sangat mudah: hanya meniupkan napas ke kantong plastik.

Tapi sambutan pada GeNose begitu mengecewakan. Saya belum pernah mendengar adanya dukungan nyata yang berarti bagi GeNose. Seolah semua tersedot ke PCR dan rapid test.

Padahal bayangan saya dulu: di bandara-bandara akan berjajar ratusan GeNose. Ini karya anak bangsa. Yang dipakai secara masal. Betapa bangga ya.

Lalu terlihatlah semua penumpang melakukan tes dengan alat temuan anak bangsa sendiri. Bangga. Terharu.

Kenyataannya jauh panggang dari api. Pemakai GeNose sekarang ini hanya kurang 1 persen dari keseluruhan test PCR/Rapid.

Saya pun bertanya-tanya: mengapa perusahaan sebesar Garuda tidak langsung tertarik kepada GeNose. Mungkin memang masih ada kelemahan. Tapi semua proses penciptaan tentu melewati kelemahan.

Seandainya Garuda, sebagai perusahaan, pun sampai membeli hak cipta GeNose tetap akan sangat berarti. Baik bagi Garuda maupun bagi iklim penciptaan teknologi anak bangsa.

Atau, setidaknya, Garuda membeli 5 ribu GeNose. Untuk dipasang di terminal Garuda. Anggap saja seperti membeli alat kerja. Toh tidak mahal.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan