Taliban di Antara Aspirasi dan Kekhawatiran Dunia

  • Bagikan

Sekitar Agustus 1992 itulah masa ketika Uni Soviet harus angkat kaki dari Afghanistan. Ada euphoria yang sangat tinggi di kalangan Umat Islam saat itu. Berbagai mimpi (atau slogan) tumbuh. Salah satunya: “dari Kabul ke Jerusalem”. Slogan “Khaebar Khaebar ya Yahuud. Jaesyu Muhammad saofa ya’uud” terdengar di mana-mana.

Tapi akhirnya apa yang terjadi? Darah anak-anak Afghanistan terus tertumpah di negeri itu. Jika darah di masa sebelumnya segar harum mengalir di bumi jihad itu, beralih menjadi darah yang berbau amis. Hal itu karena yang terjadi belakangan adalah peperangan antar kabilah. Masing-masing kabilah ingin pemimpinnya yang menjadi jagoan. Dari Sayyaf, ke Rabbani, Mujaddidi, hingga ke Hikmatyar dan seterusnya.

Afghanistan pun tidak pernah pulih dari luka-luka lama akibat peperangan panjang. Pembunuhan dan saling membunuh, kerap juga atas nama membela agama dan kemuliaan seolah menjadi biasa. Kekuasaan juga silih berganti dari Sayyaf, Rabbani, Mujaddidi, hingga ke Hikmatyar, dan lain-lain berlalu tanpa ada dampak positif bagi kehidupan orang-orang Afghan.

Bangsa Afghan memang bangsa yang hebat. Masih terbayang wajah anak-anak Afghan yang saya ajar di sekolah “Al-Hilal al-Ahmar As-Saudi” di pinggiran-pinggiran kampung Peshawar. Kerap di wajah mereka masih penuh dengan debu-debu bahkan tanah. Maklum rumah-rumah mereka hanya dari tanah liat, dan seringkali tanpa air untuk mandi. Air begitu mahal untuk sekedar minum dan masak. Tapi dengan semua kesulitan itu mereka hadir di kelas setiap hari dengan ceria dan senyuman.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan