Mahasiswa Mengajar di Tengah Aroma Menyengat Merica

  • Bagikan

Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, pengajar di sekolah tempatnya mengabdi itu kesulitan menggelar proses belajar secara daring.

"Susah sekali jaringan, belum lagi kondisi masyarakatnya yang notabenenya pra sejahtera. Pembelajaran online dinilai memakan biaya," jelas mahasiswa berprestasi 3 Fakultas Bahasa dan Sastra UNM ini.

Dikhawatirkan pula dengan pembelajaran daring itu menuai protes dari orang tua siswa. Sehingga pihak sekolah, beber Finalis top 10 LKTIN Universitas Mataram
2017 ini, mencarikan solusi terkait permasalahan tersebut dengan tetap menggelar pembelajaran secara luring.

Pembelajarannya digelar dengan metode shift. Misalnya dalam satu hari itu, proses belajar hanya diikuti oleh murid tiga kelas, seperti kelas 1, 3, dan 6, keesokan harinya barulah kelas lainnya. Kendati demikian proses belajar mengajar menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Selama mengabdi, aktivis lembaga dakwah kampus ini tak secara khusus mengajar Bahasa Inggris, tetapi ia juga mengajar untuk semua mata pelajaran kepada murid kelas 6.

Sekolah tempat mengajar Yudia Afandi bangunannya sudah permanen dan memiliki dua gedung. Hanya saja, tidak memiliki sarana toilet.

Belum lagi aroma menyengat dari merica yang dijemur di tengah lapangan sekolah oleh masyarakat sekitar. "Baunya itu menyengat sekali, tidak kondusif untuk mengajar," bebernya. Kendati demikian, kondisi itu tidak menyurutkan semangat pria kelahiran 8 April 1999 ini.

Menurutnya, keberadaan mahasiswa yang mengikuti program Kampus Mengajar ini sangat direspons positif oleh masyarakat dan orang tua murid di sekolah yang terletak di pedalaman Kecamatan Kajang tersebut. "Kami sangat dihormati oleh pihak sekolah dan orang tua murid," bebernya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan