"Tapi ingat. Mereka bukan pemimpin tertinggi Taliban. Jangan tergiur oleh mereka yang punya kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Inggris," katanya.
Sang pemimpin tertinggi, Hibatullah Akhundzada, masih gaib. la pemimpin tertinggi ketiga dalam sejarah Taliban. la menggantikan Akhtar Mansour yang tewas oleh serangan Amerika.
Itu yang tidak boleh lagi terjadi pada Akhundzada. Keberadaannya harus dirahasiakan berlapis-lapis. Apalagi dua tahun lalu ada rumor kuat: ia terbunuh di Pakistan.
Memang sudah dua kali Akhundzada jadi sasaran pembunuhan. Pertama tahun 2012, ketika berada di "persembunyiannya" di Quetta. Itu adalah ibu kota Provinsi Balochistan, yang termiskin di Pakistan. Yakni yang berbatasan dengan Kandahar, Afghanistan. Baik yang di sisi Pakistan maupun yang di sisi Afghanistan samasama berpenduduk suku Pastun. Persaudaraan sesama Pastunnya mengalahkan batas negara.
Boleh dikata di Quetta itulah Akhundzada bersembunyi di tempat terang. Ia diterima di Quetta sebagai pemimpin agama setempat yang dihormati. Ia diminta menjadi pemimpin lembaga pendidikan yang memiliki banyak madrasah. Bagaimana bisa ulama asing bisa diterima begitu dalam di Pakistan kalau tidak benar-benar istimewa.
Di Quetta itu, seseorang berdiri di tengah peserta pengajian Akhundzada. Mengacungkan pistol. Dari jarak dekat. Tidak terdengar bunyi dor. Pistol macet. Pemegang pistol segera diringkus oleh pengawal Akhundzada.
Yang kedua terjadi persis dua tahun lalu. Tepatnya 16 Agustus 2019. Sebuah ledakan besar meletus di masjid tepat setelah salat Jumat. Juga di Provinsi Balochistan, Pakistan. Yang hampir separo penduduknya suku Pastun.