Ibu Kota Negara akan Pindah, Prof Jimly Asshiddiqie: Status DKI Harus Tetap sebagai Daerah Khusus atau Istimewa

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie memberikan saran terkait status DKI Jakarta setelah ibu kota negara atau IKN nantinya pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim).

"Status DKI harus tetap sebagai daerah khusus atau istimewa, tetapi bukan DKI, namun DKE, daerah khusus ekonomi," ucap Prof Jimly saat berbincang dengan JPNN.com, Selasa (31/8).

Dengan begitu, katanya, kebijakan-kebijakan pemerintahannya berdasarkan Pasal 18 B Ayat 1 UUD, yaitu, satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Indonesia saat ini memiliki lima daerah khusus atau istimewa. Kelimanya yaitu DKI Jakarta, Yogyakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat.

Prof Jimly menjelaskan bahwa pada tahun 2000, ketika Pasal 18 B Ayat 1 UUD dirumuskan, jumlah provinsi yang daerah istimewa itu cuma empat, yaitu DKI Jakarta, Yogyakarta, Aceh dan Irian Jaya.

Namun, mulai 2002-2003, Irian Jaya diubah menjadi dua, yaitu Papua dan Papua Barat. Artinya, dari empat bisa diubah menjadi lima. Hal itu boleh dilakukan asalkan dengan UU.

"Nah, kalau dari empat berubah jadi lima boleh, kenapa dari lima menjadi enam tidak boleh. Kan boleh juga, asal dengan undang-undang," ucap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Dia juga menyebut semua daerah berstatus khusus atau istimewa itu merupakan pertimbangan politik dan administrasi, belum ada yang ekonomi.

"Nah, sekarang DKI Jakarta dijadikan daerah khusus yang pertimbangannya ekonomi," ujarnya mantan anggota Wantimpres itu menyarankan.

Bedanya, lanjut Prof Jimly, ketika diberi status resmi sebagai daerah khusus, daerah istimewa, bentuk pemerintahannya tetap dibedakan dengan provinsi lain yang kepala daerah setingkat bupati dan wali kota dipilih rakyat dan ada DPRD.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan