FAJAR.CO.ID -- Putusan Dewan Pengawas KPK terhadap Lili Pintauli Siregar yang hanya memberikan potongan gaji 40% dari gaji pokok selama 12 bulan atau setahun, dinilai tidak rasional oleh sejumlah kalangan.
Penilaian itu salah satunya datang dari Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Alif Kamal. Dia mengatakan bahwa bisa jadi sumpah yang selalu diucapkan oleh komisioner KPK saat dilantik akan jadi sampah.
Pasal 35 UU KPK tahun 2019, poin a tertulis “tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun
kepada siapa pun juga” jelas-jelas sudah dilanggar oleh Lili Pintauli anehnya hanya dihukum pemotongan gaji
oleh dewan pengawas.
"Kan jadi aneh, harusnya para anggota dewas bisa lebih tegas memberikan hukuman agar kasus ini bisa
jadi pelajaran buat komisioner yang lain atau pun juga buat khalayak, tidak dengan memberikan
hukuman 'ecek-ecek'," kata alif dalam keterangan persnya, Selasa, 31 Agustus 2021.
Hari ini, lanjutnya, publik terus dibuat “hopeless” oleh komisioner sekaligus anggota dewan pengawas atas
kebijakan yang kontroversial, terutama soal TWK. Belum lagi pengungkapan kasus yang terkesan lamban
dan jalan di tempat terutama kasus Harun Masiku.
“Seburuk-buruknya KPK di periode-periode kemarin, masih lebih buruk lagi KPK periode pimipinan Firli
Bahuri ini,” tegas Alif.
Sumpah yang diucapkan komisioner KPK saat dilantik, kata Alif, bisa menjadi sampah manakala kasus seperti Lili Pantauli tidak diberikan hukuman tegas.
Untuk diketahui, pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili mulanya dilaporkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK Sujanarko serta dua penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, pada 8 Juni 2021.
Laporan itu terkait dua pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili karena terlibat dalam dugaan suap penanganan perkara korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang menjerat mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
Pertama, Lili menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. Syahrial merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021.
Atas perbuatan tersebut, Lili melanggar prinsip integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal tersebut mengatur bahwa insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan pimpinan atau atasan langsung.
Kedua, Lili menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai. Atas perbuatan tersebut, Lili melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal ini mengatur bahwa insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi, baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi. (rls-bs-sam)