Akibat kejadian itu, hingga saat ini dia mengalami trauma berat. Sementara laporannya yang dia buat di Polsek Gambir tidak mendapat respon baik dari petugas.
Hingga pada tahun 2016, karena stres berkepanjangan, dirinya jadi sering jatuh sakit. Saat ingat pelecehan tersebut, emosinya tidak stabil, makin lama perutnya sakit, badannya mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan. Hingga dia dilarikan ke Rumah Sakit Pelni Jakarta Barat.
“Juli 2017, saya ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi. Hasilnya: saya mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres” ujarnya.
Pada 2019 dirinya ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Tapi aduannya tidak ditanggapi. “Petugas malah bilang: Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan.” Tutur MS.
“Pada 2020 saya kembali ke Polsek Gambir, berharap laporan saya diproses dan para pelaku dipanggil untuk diperiksa. Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, “Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya.”
“Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi kenapa laporan saya tidak di-BAP? Kenapa pelaku tak diperiksa? Kenapa penderitaan saya diremehkan? Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan pelecehan seksual? Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian kekeluargaan. Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor yang membuat posisi saya rentan,” ujarnya.