FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Mungkin anda sudah tak asing lagi dengan nama Komando Pasukan Katak (Kopaska). Pasukan khusus milik TNI AL ini sudah tak diragukan lagi kemampuannya.
Dikutip dari akun Instagram terverifikasi Kementerian Pertahanan RI, Kopaska dibentuk pada 31 Maret 1962 oleh Presiden Soekarno yang saat itu ditugaskan untuk membantu menghadapi pembebasan Irian Barat.
Semboyan dari Kopaska adalah "Tan Hana Wighna Tan Sirna." Artinya, "Tak ada rintangan yang tak dapat diatasi."
Pasukan baret merah marun ini memiliki keahlian menjinakkan ranjau, patroli pantai, renang rintis, penyelamat laut dalam, selam dengan scuba close circuit, sabotase kapal musuh dalam laut.
Pasukan Kopaska ini juga disebut-sebut memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata. Sehingga setiap pasukan Kopaska, dituntut untuk mampu berpikir membuat strategi dalam menghadapi musuh dengan cara yang tak biasa.
Yang paling mencengangkan, pasukan ini mampu menyelam hingga di kedalaman 300 meter di bawah laut.
Tidak hanya itu, mereka juga dilatih untuk mengoperasikan senjata dan bela diri hanya dengan tangan kosong.
Dihimpun dari berbagai sumber, syarat untuk menjadi pasukan dengan topeng menyeramkan ini, minimal sudah memiliki masa dinas selama dua tahun di KRI/Kapal Perang RI/lanal/lantamal/Mabesal/kolinlamil/armada RI.
Juga harus lulus Kesamaptaan/kemampuan jasmani, lulus Tes Ketahanan Air, lulus Psikotes khusus, lulus Kesehatan khusus bawah air dan secara sadar mengikuti tes dan pendidikan tanpa paksaan siapapun.
Dalam tugasnya, Kopaska juga pernah terlibat dalam peristiwa besar yang heboh pada Januari 2021 lalu, yakni jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di sekitar kepulauan seribu.
Saat itu yang diberitakan Fajar.co.id, tiga personel Kopaska mengevakuasi nelayan yang meninggal dunia di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Rabu (13/1).
“Ada tiga personel Kopaska yang mengevakuasi jenazah tersebut,” kata Perwira Staf Operasi Satkopaska Koarmada I, Letkol Laut (P) Mukawat kala itu.
Dia menjelaskan empat ‘sea riders’ Kopaska mengantarkan temuan kotak hitam Flight Data Recorder (FDR) ke JICT II Tanjung Priok pada Selasa (12/1) petang.
Kemudian di Rabu pagi, mereka kembali ke sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang untuk melanjutkan operasi SAR Sriwjaya Air SJ 182. Saat melintas di antara Pulau Bidadari dan Pulau Untung Jawa, mereka mendengarkan teriakan minta tolong dari kapal nelayan.
“Saat itu cuaca akstrem dengan gelombang besar dan angin kencang,” kata Mukawat. Di kapal itu, mereka menemukan dua nelayan, salah satunya telah meninggal dunia. (Ishak/fajar)