HERALD.ID, JAKARTA--- Indonesia masih tergantung pada batubara. Jika nanti saatnya sudah habis, sumber diversifikasi sudah harus dipikirkan puluhan tahun sebelum terlambat.
Jakarta, 26 Oktober 2021.
Salah satu tantangan dalam melaksanakan transisi energi di sektor ketenagalistrikan Indonesia adalah dominasi batubara sebagai sumber pembangkit listrik utama. Tercatat hingga tahun 2020, 50,3% dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui PLTU Batubara (Kementerian ESDM, 2020).
Selain sebagai sumber energi listrik, batubara merupakan komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan memberikan dampak positif pada neraca dagang Indonesia. Pada tahun 2019, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 Mt. dengan valuasi sebesar USD 34 milyar (asumsi per ton USD 75) (IEA, 2020).
Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat menemukan strategi yang tepat dalam melakukan dekarbonisasi bidang berbasis energi, khusunya di sektor ketenagalistrikan, dan di saat yang bersamaan menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi tetap terjadi. Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya publik Indonesia, dalam merealisasikan transisi energi di Indonesia.
Melalui Program Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan lembaga pemerintah Jerman, GIZ dan think tank untuk issue energi, IESR, berupaya menjawab kebutuhan pemerintah Indonesia melalui sebuah diskusi interaktif lintas pemangku kepentingan dengan tema: Peran Sektor Batubara dalam Menghadapi Tantangan Transisi Energi di Indonesia.